14.4.12

Dukun Seksi

Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan impian bagi sebagian besar orang. Bergagai cara ditempuh agar bisa lolos tes CPNS. Mengikuti bimbingan tes CPNS, menyogok, menyewa joki, sampai ke dukun sekalipun akan dilakukan. Entah karena putus asa setelah beberapa kali gagal dalam tes, akhirnya akupun juga memakai jasa dukun atau orang pintar. Menurut info yang aku peroleh dari temanku, ada seorang dukun di pinggir kota yang dulu pernah meloloskannya menjadi PNS.
Malam itu aku sendirian pergi mencari rumah dukun itu. Setelah sempat muter-muter nanya sana-sini, akhirnya aku tiba di sebuah rumah sederhana yang nyaris tidak terlihat dari jalan raya. Halamannya yang luas dan tertutup rimbunnya pohon-pohon mangga membuat suasana menjadi sejuk dan tenang. Setelah beberapa kali mengetuk pintu, seorang wanita setengah baya dengan senyum ramahnya membukakan pintu.
“Permisi, apa benar ini rumahnya Bu Sarmi?” tanyaku kemudian.
“Oh iya, saya sendiri. Silakan masuk, Mas!” Setelah dipersilakan duduk, tanpa basa-basi aku segera memperkenalkan diri dan langsung mengutarakan maksud kedatanganku.
“Ooo, jadi Mas Anang ini juga pengen jadi pegawai negeri to?”
“Iya Bu! Saya juga sudah membawa sebotol madu murni sebagai syarat, seperti yang dikatakan teman saya.” Aku menyodorkan satu botol madu murni kepada Bu Sarmi.
“Kalau begitu, silakan Mas Anang ikut saya ke dalam!” Bu Sarmi beranjak dari duduknya sambil membawa botol madu yang aku berikan tadi.beliau berjalan menuju ke sebuah kamar di ujung ruangan. Dari belakang aku membentutinya sambil memperhatikan gerakan pantatnya yang membuatku menelan ludah.
Sesampainya di dalam ruangan yang redup itu, Bu Sarmi menutup pintu dan menyuruhku membuka pakaianku.
“Maaf ya Mas Anang! Tolong pakaiannya di lepas dan silakan berbaring di ranjang itu! Kita akan segera memulai ritualnya!”
“Semuanya, Bu?” tanyaku malu-malu.
Bu Sarmi tersenyum, “Mas Anang gak usah malu. Anggap saja saya tidak ada. Toh ini kan juga demi cita-cita Mas Anang!” Bu Sarmi benar, pikirku. Lagi pula aku sudah terlanjur datang ke sini, jadi aku tidak perlu malu lagi.
Sementara Bu Sarmi menyiapkan kelengkapan ritual, aku segera menanggalkan semua busanaku kemudian berbaring di atas ranjang yang tidak terlalu empuk itu. Beberapa saat kemudian, dengan sebotol madu ditangannya , Bu Sarmi datang dan duduk di sampingku. Sesaat aku sempat melihat Bu Sarmi mengamati tubuh telanjangku. Pandangannya terkesan liar, seolah tengah melihat ayam panggang yang siap untuk di santap.
Dengan duduk bersimpuh di sampingku, Bu Sarmi mulai menuangkan madu murni itu ke sekujur tubuhku. Aku memejamkan mataku saat tangan lembut Bu Sarmi mulai menyentuh dadaku, meratakan madu yang lengket itu ke setiap sudut tubuhku. Jemarinya yang lentik dengan lihai menari-nari, meremas-remas dada bidangku, dan mempermainkan bulu-bulu halus yang tumbuh di atasnya. Aku menggigit bibirku sendiri, mencoba mengendalikan aliran darahku yang bergejolak menuju ke arah pangkal pahaku.
“Mas Anang sudah punya pacar?” tanya Bu Sarmi memecah keheningan.
“Eh, saya baru menikah enam bulan yang lalu, Bu!”
“Ooo…, jadi masih pengantin baru to! Wah, lagi panas-panasnya dong, Mas!” kata Bu Sarmi meledek.
“Ah, Bu Sarmi ini bisa saja!” Tanpa sengaja tanganku menyentuh lutut Bu Sarmi ketika beliau memindahkan tanganku yang tadi menutupi kemaluanku. Aku juga sempat melirik pahanya yang sedikit tersingkap. Wah, mulus juga pahanya, pikirku. Tanganku jadi betah berlama-lama di atas paha mulus itu. Bu sarmi membiarkannya ketika tanganku mengelusnya. Bahkan beliau malah melebarkan pahanya. Seolah memberikan tanganku peluang untuk bergerak menelusuri paha bagian dalamnya.
Darahku semakin mendidih manakala dengan lincahnya jemari Bu Sarmi turun ke perutku, membelai bulu-bulu halusnya dan memijat otot-otot perutku yang keras.
“Wah…, badan Mas Anang kekar juga ya. Pasti Mas Anang rajin olah raga.”
“Ya, tiap pagi saya usahakan untuk olah raga meskipun cuma angkat beban atau sit up.”
“Ooo…, pantesan adi Mas Anang gede!”
“Maksud Bu Sarmi, adik yang mana?” tanyaku pura-pura bodoh.
“Maksud saya adik yang ini…..” kata Bu Sarmi sambil meremas kejantananku tanpa rasa canggung. Ada rasa kaget sekaligus senang dengan perlakuan Bu Sarmi. Beliau dengan lembut melumuri kejantananku dengan madu, kemudian mengocoknya pelan.
“Ooohh…, Bu! Enak…!” aku melenguh nikmat. Aku juga semakin berani dengan menyingkap roknya dan memilin pahanya lebih jauh lagi. Dan ternyata Bu Sarmi menanggapi positif tindakanku itu. Terbukti dengan ia sedikit mengangkat pantatnya agar aku bisa mencapai pangkal pahanya. Astaga…! Sekali lagi aku terkejut sekaligus senang manakala tanganku menyentuh rambut-rambut halus diantara pangkal paha Bu Sarmi. Ternyata beliau sudah tidak memakai celana dalam.
Perlahan-lahan aku mulai menggosok bibir vagina Bu Sarmi yang sudah basah itu dengan jariku. Bu Sarmi bertambah kelonjatan dan semaikin bersemangat mengocok batang kontolku. Perlahan lahan batang kejantananku itu mulai membesar dan mengeras. Tanpa rasa jijik, Bu Sarmi mulai menjilati sisa-sisa madu yang menempel di sekitar pangkal pahaku, melumat buah zakarku, kemudian bergerak naik menyapu urat-urat kontolku yang sudah bertonjolan.
“Gimana Mas Anang? Enak kan?” tanya bu Sarmi di sela-sela aksinya.
“Ahh.., nikmat banget Bu! Saya belum pernah merasakan senikmat ini!” Aku memang belum begitu pengalaman dalam hal sex. Selama berhubungan dengan isteriku, kami hanya melakukan dengan cara konvensional saja. Namun kali ini Bu Sarmi memberikan pelajaran baru yang ekstrim. Terbukti ketika Bu Sarmi dengan lembut memasukkan ujung penisku ke mulut mungilnya.
“Ooougghh…yeah…enak, Bu!” nafasku semakin memburu. aku merintih-rintih nikmat, namun Bu Sarmi masih asyik mempermainkan kontolku di dalam rongga mulutnya. Aku juga semakin berani. Kutarik rokny sampai terlepas. Bahkan Bu Sarmi juga melepaskan kaosnya sendiri. Gila! Di usianya yang sudah tidak muda lagi, ternya bu Sarmi masih memiliki tubuh yang bagus. Kulitnya putih mulus, payudaranya yang masih kencang dan montok, serta pantatnya yang bulat menggemaskan membuatku seolah ingin mengunyahnya. Oh, sungguh sexy.
“Aahhh…., kontol Mas Anang memang luar biasa besarnya. Hhhmmmm…., saya memang sudah lama mendambakan kontol sebesar ini.Hhhmmm…!” dengan rakus Bu Sarmi kembali melumat kejantananku. Kali ini beliau mengangkangi tubuhku dan menyodorkan vaginanya tepat ke wajahku. Dengan naluriku, akku mendekatkan mulutku ke vagina Bu Sarmi yang merekah merah. Bau harum yang keluar sangat merangsah syaraf otakku untuk menjilatnya.
Perlahan-lahan kujulurkan lidahku, dan kusapu permukaan vaginanya dengan lembut.
“Aaaaghhh…! Yaahhh…, begitu Mas! Jilat terus punya saya….!Oooghhh…!”
Bu Sarmi bertambah semangat mempermainkan kontolku di dalam mulutnya. Sementara tangannya mengocok batang kontolku, kepalanya juga bergerak naik turun. Sesekali beliau menyedo-nyedot ujung kontolku kuat-kuat. Cukup lama kami dalam posisi ini, saling menjilat, mengulum dan mengocok kemaluan masing-masing.
Berapa saat kemudian Bu Sarmi melepaskan kulumannya.
“Gimana, Mas Anang Suka kan?” tanya Bu Sarmi sambil tersenyum padaku.
Aku hanya mengangguk pelan sambil menikmati jemari Bu Sarmi yang masih memijit-mijit batang kontolku.
“Berdasarkan pengamatan saya, kebanyakan orang yang mempunyai penis besar mempunyai keinginan yang besar pula. Saya yakin, kali ini Mas Anang pasti akan bisa jadi Pegawai Negeri.” kata Bu Sarmi menjelaskan. “Tapi sekarang, biarkan saya bersenang-senang dulu dengan kontol Mas Anang yang besar ini!”
Bu Sarmi mengambil posisi duduk di atas pahaku. Perlahan-lahan beliau meraih kejantananku dan membimbingnya menuju ke gua darbanya yang sudah basah. Dia terlihat meringis saat ujung penisku mulai memasuki memeknya yang hangat.
Entah karena memek Bu Sarmi yang sempit, ataukah karena kontolku yang besar, proses penistrasi itu berjalan dengan lambat namun nikmat. Bu Sarmi tampak susah payah berusaha agar batang kontolku bisa masuk utuh ke dalam memeknya. Sampai akhirnya…
“Aaougghh…., aduh Mas Anang! Gede banget kontolmu!” tubuh Bu Sarmi yang mulus tampak berkilat-kilat oleh cucuran keringatnya. Beberapa kali ia menghirup nafas dalam-dalam sambil membiarkan batang kontolku terbenam dalam rongga vaginanya yang sempit. Beberapa saat kemudian Bu Sarmi mulai beraksi. Dengan kedua tangannya bertumpu pada dada bidangku, beliau mulai mengayunkan pantatnya naik turun.
“Aaaahhh…, aahhhh…, ooougghh…!” Aku mendesah-desah keenakan. Kedua tanganku memegang pinggul Bu Sarmi untuk mengatur gerakan naik turunnya. Sesekali tanganku juga merayap naik, menggapai dua buah benda kenyal yang melambai-lambai indah seiring dengan gerakan naik turun tubuhnya. Dengan liar Bu Sarmi menghentak-hentakkan pantatnya, meliuk-liuk di atas tubuhku, seperti seekor ular betina yang tengah membelit mangsanya. Terkadang beliau juga membuat goyangan memutar pantat sehingga jepitan vaginanya terasa mantap. Batang kontolku terasa seperti di pelintir dan dipijit-pijit di dalam lobang kenikmatan itu. Terasa hangat dan nikmat.
Semakin lama gerakan Bu Sarmi semakin liar tak terkendali. Menghujam-hujam kejantananku semakin dalam dan mentok sampai dinding terdalam rongga vaginanya. Nafas kami juga semakin memburu, seperti bunyi lokomotif rua yang berjalan dengan sisa-sisa tenaganya.
“Oh, Mas Anang…, saya…sudah…nggak kuat…lagi…! Arrrgghhh….!”
Bu Sarmi menjerit nikmat berbarengan dengan muncratnya magma panas dari dalam rahimnya. Beliau mencengkeram kuat-kuat dadaku. Seolah ingin menancapkan kuku-kukunya ke dalam dada bidangku.
“Ooohhh…, sebentar lagi Bu! Saya juga sudah mau keluar…, ooohhh…yeaahhh….!”
Aku juga mempercepat gerakanku. Meskipun Bu Sarmi terlihat lelah, namun aku masih bisa menopang tubuhnya dan menggerakkan pinggulnya ke atas dan ke bawah.
Beberapa menit kemudian, aku merasakan batang kontolku semakin mengencang dan mulai berdenyut-denyut. Aku segera mempercepat gerakanku. Ku hentak-hentakkan tubuh Bu Sarmi. Bunyi berkecipak semakin terdengar nyaring. Sampai akhirnya…..
“Saya…, keluar Bu! Oogghhh…!” aku mengerang nikmat bersamaan dengan menyemburnya spermaku di dalam rongga kenikmatan Bu Sarmi. Seketika tubuhku lemas. Aku sudah tak mampu lagi menopang beban Bu Sarmi yang berada di atas tubuhku. Beliau ambruk menindih tubuhku sementara batang kejantananku masih tetap menancap di vaginanya yang hangat. Dalam hati aku kagum dengan wanita ini. Beliau telah memberikan pengalaman baru dalam bercinta. Belum pernah aku merasakan senikmat ini dalam berhubungan sex.
“Mas Anang memang benar-benar hebat!” kata Bu Sarmi sambil membelai bulu-bulu halus di dadaku.
“Ibu juga hebat! Belum pernah saya sepuas ini, Bu!” Aku mengecup kening beliau dan membelai rambutnya yang terurai panjang. Tak berapa lama kemudian akupun terlelap dalam dekapan hangat Bu Sarmi.
Entah sudah berapa lama aku terpejam, ketika aku merasakan sesuatu yang merayap di atas perutku. Sesuatu yang hangat dan lembut. Perlahan aku membuka mataku, ternyata Bu Sarmi tengah asyik menciumi, menjilati dan melumat permukaan kulit perutku.
“Aahhh…, Bu Sarmi masih pengen nambah lagi?” desahku pelan.
Bu Sarmi tersenyum manja, “Habis…, kontol Mas Anang guede sih! Siapa sih yang gak ketagihan ama kontol segede ini!”
“Ah, Bu Sarmi ini bisa aja!” aku hanya merem melek, menikmati tangan beliau yang bermain main nakal di selangkanganku. Dengan lembut Beliau membelai kejantananku dan mengurut-urutnya dengan jempol dan telunjuknya. Terasa nikmat memang. Bu Sarmi bertambah antusias ketika batang kontolku mulai membesar dan mengeras. Dan dengan rakus, Bu Sarmi mulai menjilatinya, melumat dan mengocok kejantananku dengan mulut mungilnya.
“Aaahhh…, aaahhh…, enak Bu! Oohhh…!” aku hanya bisa mengerang keenakan.
“Hhhhmmm…., Mas Anang mau yang lebih enak lagi?” tanya Bu Sarmi menggoda.
“Emang ada yang lebih nikmat, Bu?”
“Coba Mas Anang berdiri!” aku menuruti perintah Bu Sarmi. Dengan kondisi tubuhku masih telanjang bulat, aku berdiri di atas ranjang. Sementara itu, Bu Sarmi yang berlutut di hadapanku tampak memandangi batang kejantananku yang sudah berdiri mengangguk-angguk. Perlahan-lahan Bu Sarmi meraihnya dan mengocoknya dengan lembut. Ku kira beliau akan memasukkan batang kontolku ke dalam mulutnya, tapi ternyat tidak. Beliau ternyata malah menggosok-gosokkan batang kontolku di permukaan buah dadanya yang lembut.
“Oohhh….yaaahhh! Enak banget Bu!”
“Ini masih belum seberapa, Mas! Coba Mas Anang rasakan yang ini…” Bu Sarmi menggeser batang kontolku dan menyelipkannya di antara belahan buah dadanya. “Sekarang, coba ayunkan pantat Mas Anang!”
Aku menurut saja. Perlahan-lahan aku mengayunkan pantatku maju dan mundur, sementara Bu Sarmi menekan-nekan buah dadanya ke dalam sehingga batang kontolku terasa terjepit-jepit diantara susunya yang kenyal.
“Oouuhhh…! Bu Sarmi memang benar-benar pandai memanjakan pria! Ini benar-benar luar biasa, Bu!” aku mendesah-desah nikmat. Susu Bu Sarmi yang menekan-nekan kontolku membuat diriku serasa melayang. Lama juga kami melakukan foreplay ini. Sampai akhirnya Bu Sarmi memintaku untuk segera menuntaskan permainan itu.
“Aahhh…, Mas Anang! Ibu sudah kepengen banget nih!” rengek bu Sarmi. Beliau melepaskan jepitan susunya dan kemudian mengambil posisi seperti orang sedang bersujud. Meskipun aku masih belum begitu pengalaman, namun aku sudah pernah melihat posisi seperti itu dalam film porno. Perlahan-lahan aku membimbing kejantananku yang sudah berdiri keras ke arah lubang kewanitaan Bu Sarmi yang menganga dari belakan. Bu Sarmi tampak menggigit bibir sendiri ketika aku mulai menggesek-gesekkan ujung penisku di bibir vaginanya.
“Ooouhhh…, ooohhh…! Cepetan masukin dong Mas!” rengek Bu Sarmi.
Pelan-pelan ku tusukkan ujung kejantananku ke arah vagina bu Sarmi yang memerah.
“Aahhhh…!” aku melenguh nikmat. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, tapi Bu Sarmi masih memiliki memek yang seret lagi keset. Jepitannya masih terasa kuat, seolah-olah ingin meremukkan batang kontolku. Terlebih ketika seluruh batang kontolku tertanam dan terhisap di dalam rongga memeknya. Sesaat aku membiarkan kontolku tertancap. Kemudian, pelan tapi pasti aku mulai mengayunkkan pantatku maju mundur.
“Aaaahhhh…, yeaahhh….! Sodokanmu mantep banget Mas Anang, Ooohhh…!” Bu Sarmi mengoceh tak karuan. Ah-uh-ah-uh, oh-yeh-oh-yeh! Beliau juga hanya bisa meremas-remas seprei kusut itu saat gerakanku mulai cepat. Lama juga kami bermain dalam posisi doggy itu, sampai akhirnya Bu Sarmi terlihat sangat lelah.
“Aduh…, Oouhhh… kita istirahat dulu ya sayang! Ooohhh…!”
Aku mencabut penisku, sedangkan Bu Sarmi terguling ke samping dan terkapar dengan tubuh bersimbah keringat. Buah dadanya yang montok tampak naik turun seiring dengan deru nafasnya yang terengah-engah. Setelah mengatur nafas beberapa saat, akupun mulai melanjutkan aksiku. Ku bentangkan kaki Bu Sarmi kesamping, ku angkat kaki kanannya dan ku letakkan di atas bahuku. Perlahan-lahan ku tarik pinggang Bu Sarmi dan ku arahkan batang kontolku menuju gua darbanya yang menganga, dan sleeeep…!
Kembali kejantananku tertanam dalam lobang hangat itu.
“Aduuhh…, pelan-pelan dong sayang!” rintih Bu Sarmi.
Kembali aku ayunkan pantatku perlahan-lahan namun pasti. Bu Sarmi yang berada di bawahku tampak kelonjatan menikmati aksiku ini. Terlebih ketika aku membercepat ayunanku dan menekan kuat-kuat batang kontolku ke dalam rahimnya. Beliau hanya bisa mengerang nikmat sambil mencengkeram kuat-kuat lenganku yang sesekali meremas-remas buah dadanya.
“Iyaah…aaghhh! Terus sayang…yahhh…yaahh…oouug ghhh….!” Bu Sarmi mengoceh tak karuan. Namun aku tidak menghiraukannya. Aku terus memompa tubuhku dengan gerakan mengorek-ngorek lubang nikmat itu. Semakin lama gerakanku semakin liar.
“Ooohh…, Mas! Saya sudah nggak sanggup lagi…., Ooohhh…., saya mau keluarrr….!”
Aku merasakan dinding-dinding vagina Bu Sarmi mengerut dan berdenyut-denyut, mencengkeram dan meremas-remas batang kontolku dari dalam. Semakin lama kedutan vagina Bu Sarmi semain cepat, hal yang sama juga terjadi padaku. Batang kontolku sudah terasa ngilu dan berdenyut-denyut. Sampai akhirnya…..
“Aaarrggghhh….! Aku keluar lagi Mas!” Bu Sarmi menjerit puas. Aku semakin mempercepat gerakanku, mengoyak-ngoyak isi vagina Bu Sarmi.
Namun ssebelum spermaku keluar, aku segera mencabut penisku. Sambil mengocoknya dengan tanganku, aku menyodorkan batang kontolku ke bibir Bu Sarmi yang terbuka. Aku semakin mempercepat kocokan tanganku sampai akhirnya….
“Aaaaggghh….aaaghh….aaaghh h…!”
Crot…crot…croottt!
Cairan putih kental muncrat beberapa kali ke mulut Bu Sarmi. Tanpa rasa jijik beliaupun menelan spermaku, kemudian menjilati sisanya yang masih menempel di batang kontolku.
Seketika tubuhku lemas, tulang-tulangku seolah rontok. Dan akupun terkapar di sisi Bu Sarmi.
“Oh, Mas Anang benar-benar perkasa! Terima kasih ya Mas!” aku memeluk tubuh Bu Sarmi dan mencium keningnya. Beliau tampak tersenyum puas sambil meletakkan kepalanya di atas dada bidangku dan mengusap-usap bulu-bulu halus di atasnya.
“Kalau saya berhasil jadi Pegawai Negeri, Bu Sarmi mau minta apa?” tanyaku kemudian.
Bu Sarmi bangkit dan duduk bersimpuh di sampingku. “Saya tidak minta apa-apa kok, Mas!” beliau tersenyum, “Mas Anang tidak perlu membelikan saya apapu! Saya cuma minta ini…..” Bu Sarmi meraih penisku yang terkulai tak berdaya. Kemudian mengurut-urutnya dengan jemarinya yang lentik.
“Maksud Bu Sarmi?” tanyaku tidak mengerti.
“Kalau Mas Anang berhasil jadi PNS, saya cuma ingin Mas Anang mengunjungi saya setiap seminggu atau dua minggu sekali untuk memberi saya jatah punya Mas Anang yang besar ini…..” lanjut beliau sambil menjilati sisa-sisa sperma yang masih lengket di batang kontolku.
“Ah, kalau itu sih gampang! Dengan senang hati saya akan selalu siap melayani Ibu!”
Mendengar jawabanku Bu Sarmi kegirangan. Dan beliau kembali mengguguah birahiku dengan memberikan kuluman dan kocokan di batang kontolku.
Beberapa minggu kemudian akhirnya aku benar-benar lolos menjadi PNS. Dan setelah dilaksanakan pelantikan, aku memenuhi janjiku kepad Bu Sarmi. Setiap kali ada kesempatan, aku selalu berkunjung ke tempat Bu Sarmi. Tentu saja untuk memberinya kepuasan. Dan selama berhubungan dengannya, beliau masih saja mengakui kejantananku.

2.4.12

Amoy Tetangga Kos Keponakanku

Weekend kemaren aku ke Jakarta, sekalian mo mampir ketempat keponakan yang kos didaerah Karet Kuningan. Dia adalah anak kakakku. Kakakku nitip makanan buat anaknya, karena aku ke jakarta ya akulah yang disuruh jadi messenger. Buat aku sih gak masalah, toh sekalian ke jakarta, apa salahnya mampir ke tempat ponakanku yang abege itu. Katanya tempat kosnya mewah. Karena hujan deras 2 jam, Jakarta dilanda genangan yang dalam dan ujung2nya macet. Karena genangan dan macet, jadilah aku parkir di jalan bebas gerakan didalem kota.
Lepas dari kemacetan, sudah ampir magrib waktu aku sampe ke kos ponakan. Aku ketok2 pintu kamarnya, gak ada jawaban. Tetangganya muncul, wah amoy, cantik banget lagi, mana bahenol pula. “Om nyari Noni (sebut ja nama ponakanku itu), dia kan tugas keluar kota?” “Tugas?” “Iya om tugas dari kampusnya, ke desa mana gitu, Mey-mey lupa”. KKN kali ya (bukan korupsi, kolusi dan nepotisme lo). “Makasi ya, namanya Mey-mey ya, saya om nya Noni”. Dia diam ketika aku mengeluarkan hp dan coba call ponakanku. Nyambung, “Om, sori ya, Noni mesti KKN neh, gak ngasi tau papah, jadi deh om kecele, dah jauh2 ke kos, noni gak ada”. “Gak apa kok non, ini ada titipan makanan, gimana”. “Titip Mey-mey aja om, tetangga noni, biar bisa dimasukin di kulkasnya”. “Mo nyusahin ni Mey”. “Kalo bisa Mey-mey bantu gak apa kok om”, jawabnya sembari tersenyum, manis sekali.
Mey-mey memang cantik, mata sipitnya berbinar2, hidungnya bangir, bibirnya mungil, kalo senyum kelihatan giginya yang putih cemerlang (bahasa iklan pasta gigi banget ya). Wajahnya yang tirus dihiasi dengan rambut potongan lelaki, pendek tapi serasi sekali, sehingga bener2 cantik deh. Mana bodinya aduhai lagi, tonjolan didadanya dan pantatnya yang membulat, menambah keseksian bodinya. Aku tahu karena Mey-mey saat itu memakai celana pendek dan tanktop ketat, sehingga lekak liku bodinya nyata terlihat. Glek, aku sampe nelen ludah menikmati pemandangan yang membuat pikres itu (pikiran jadi ngeres).
“Masuk om”, katanya mempersilahkan aku masuk kekamarnya. Wah rupanya kos mewah ala apartmen kaya gini toh, ada ruang tamu merangkap ruang makan dan pantri kering lengkap dengan perabotannya, sofa set, meja dan kursi makan, lemari es dan ada microwave. Di atas credenza ada lcd tv ukuran 32 inch dan audio visual systemnya, kamar tidur (aku gak liat isinya karena gak enak longok2 ke kamar tidur orang, laen kalo diajak yang punya ruamah ya) dan corner untuk cuci jemur pakean, kulihat ada mesin cucinya. “Asik banget kamarnya Mey. Mahal nih sewanya”.
Iya om, kalo gak ada donatur sih Mey-mey gak sanggup tinggal disini. Kalo ortunya Noni sih tajir ya om, Noni malah kamar tidurnya dua”. “Donatur? Otu kamu?” “Bukan om, ortu mana mampu bayarin kos gaya apartmen gini, mana lengkap banget kan fasilitasnya. Masih bisa kuliahin aja dah bagus, itu aja tersendat ngirim duitnya. Baiknya ada donatur”. “Mangnya kuliahnya semester brapa?” “Baru mulai om”. “Wah baru 18 ya”. “Kok om tau sih?”
Aku menebak2 siapa yang dimaksud dengan donatur, jangan-jangan bisyar neh ato simpenan. Wah kalo bisa nemenin aku malem ini asik banget, mana dingin lagi abis ujan gede. Padahal dinginnya ruangan karena ac nyala. “Om mo nitip apa sih”. “Ini katanya makanan, takut basi, bisa gak nitip dilemari esnya”. “O bisa om, om mo minum apa?” Gak usah repot deh, skarang dah waktunya makan kan, bisa gak Mey-mey nemeni aku makan”. “Boleh, deket2 sini banyak warung, gengsi gak makan di warung, ato di office building deket sini banyak restonya. Om mo yang mana”.
“Ke resto aja yah, ngerepotin gak?” “Gak kok om, Mey-mey gak ada acara”. “Masak malming gini gak ada acara, donaturnya lagi sibuk ya”. “Iya om”, dia tersenyum. “Ya udah nemenin aku ja ya malmingnya”, pancingku. “Boleh om, Mey-mey mandi dulu ya, gak apa kan om nunggu”. “Gak usah mandi, dah cantik gitu dan wangi lagi”. “Ya udah Mey-mey tuker baju dulu”.
Dia menghilang kekamarnya, pintunya gak ditutup. Belum sempet aku ngintip, dia dah muncul lagi, hanya nuker celana pendek dengan celana jins ketat. “Yuk om”. Kita menuju ke mobil ku. Di jok blakang ada tasku. “Om mo nginep dimana?” “Kok tau aku mo nginep?” “Tuh bawa tas, kalo pulang Bandung lagi ya gak bawa taskan”. “Pinter kamu, gak tau neh mo nginep dimana, nginep dikamar Mey-mey bole gak”, aku to the point aja. “Nginep ditempat Mey-mey?”. “Iya, nanti uang hotelnya aku kasi Mey-mey deh”. Dia hanya tersenyum sambil menunjukkan arah ke office building. Karena dah sore, weekend lagi, tempat parkirnya kosong, jadi gak susah cari parkirnya.
“Kalo siang nyari parkir aja susah om”. “Kamu memangnya sering ya ke sini naek mobil, ma donatur?” Dia menggangguk, dugaanku kayanya bener deh, donaturnya ya om-om yang nyimpen dia. “Om mo makan apa, ada resto sunda, enak om, ato bosen ya orang Bandung kok diajak makan di resto sunda”. “Gak apa kok, kan resto sundanya di jakarta, pasti beda cara masaknya. Donatur suka makanan sunda ya Mey”. Om nih, gangguin trus”, tapi sambil tersenyum.
Tangannya kugandeng, dia diem aja, kita berjalan menujuke resto yang dimaksud. Aku suru dia pesen makanan yang dia suka, karena resto ala sunda biasanya ada ikan goreng, lalap, sayur asem, tahu tempe, empal dan sejenisnya. Minumnya aku pesen minuman energi yang dituang ke gelas berisi es batu, “Biar kuat ya om?” senyumnya mengandung maksud tertentu deh. “Biar seger ja, kan nyetirnya jauh, mana macet banget lagi begitu masuk jakarta”. Makanan dan minuman tersaji dan kita mulai makan.
Selama makan aku berusaha ngorek data dirinya. “Mey, donatur kamu om2 ya”. “Om to the point amir sih”. “Kok amir”. “Iya om amat lagi cuti pulang kampung”. Aku terbahak mendengar jokenya. “Iya kan, om2″. Dia mengangguk. “asik dong dibiayain tinggal di kos apartment kaya gitu, kebutuhan hidup juga dicukupi ya”. Kembali aku mendapat anggukan. “Dah brapa lama Mey?” “Sejak mulai kuliah ja om”. “Kenal dimana?’ “Ketemu di mal, diajak makan, diblanjain, terus cek in deh”, dia sudah gak malu2 lagi crita tentang dirinya.
Sepertinya dia nyangka aku dah menduga siapa donaturnya. “Diprawanin?” “Iya om”. “Sakit dong”. “Sakit lah, tapi sbentar, si om pinter banget deh ngerangsang Mey-mey sampe sakitnya cuma sbentar, selebihnya nikmat, ketagihan deh Mey-mey”. “Kok sekarang ditinggalin ndirian?” “Biasalah lelaki, kalo dah mulai bosen nyari yang baru. “Trus donasinya distop dong”. “Iya nih om, om deh jadi penggantinya”. “Boleh juga, aku sering kok mesti ke jakarta, kan gak usah kluar duit hotel, bisa buat kamu duitnya kan”. “Om baek deh”. Kamu melanjutkan makan dan minum dengan santainya. Selesai makan, Mey-mey ngajakin ke pub yang ada dilokasi yang sama.
“Santai dulu ya om, sembari denger musik”. Dia pesen minuman, beralkohol lagi. Aku ikutin aja kemauannya. “Sering minum alkohol ya Mey”. “Suka juga om, biar asik aja”. Kebetulan musik yang dinyanyikan soft nadanya sehingga gak mengganggu ngobrolku dengan Mey-mey. “Om kamu kalo maen lama ya Mey”. “Lama juga om, Mey-mey suka 2 kali klimax dia baru kluar”. “Didalem?” “Iya lah om, kalo diluar mana nikmat”. “Kamu gak takut?” “Hamil? ya enggaklah om, Mey-mey punya obat antinya”. “Pil KB?” “Bukan om, diminumnya kalo Mey-mey subur ja, abis maen”. “Skarang lagi subur gak”. “iya om, justru kalo lagi subur Mey-mey suka lebih napsu maennya, jadinya lebih nikmat deh om.Gak papa2 kok om, kan udahannya minum obat” Sepertinya dia sudah memastikan bahwa malem ini aku bakal ngentotin dia.
“Tangan kamu buluan ya Mey, ada kumisnya lagi biar tipis”. “Mangnya napa om”. “Jembut kamu pasti lebat, dicukur gak?” “Gak om, si om sukanya lebat gitu, pernah Mey-mey babat abis, dia gak bisa ngaceng, dimarahin abis deh”. “Mosok sih, aku baru ngeliat kamu pake pakaian seksi gini udah”. “Udah apa om, ngaceng?” dia tertawa. “Gak tau om, lagi cape kali dia, Mey-mey emut2 lama2 keras juga kok. Napa ya om lelaki seneng cewek yang jembutnya lebat”. “Kalo buluan, napsunya biasanya gede, gak puas cuma seronde maennya, bener gak” “Yoi, om tau aja, dah pengalaman juga rupanya nih, sukanya abege ya om” “Iya yang bikin horny kaya kamu gini”. Ngobrol berkepanjangan, ketika aku melihat arloji malam dah larut.
“Balik yuk Mey”. “Om dah gak tahan ya, pengaruh alkohol pastinya, ayuk deh, Mey-mey juga dah pengen om”. Aku membayar bil, kali ini Mey-mey yang berjalan sambil memeluk lenganku erat, manja sekali dia. Baiknya ponakan gak ada, kalo gak aku gak bisa bebas gini. “Wah kalo ada noni gak bisa bebas gini ya Mey”. “Katanya noni mo nyari kos yang lebi deket skolahnya om, biar bisa jalan kaki. Capek nyetir dan nyari parkir katanya”. “Bagus deh”, jawabku sambil membukakan pintu mobil, Dia masuk dan aku pun duduk dibelakang setir. Mobil mengarah kembali ke kosnya Mey-mey. Aku parkir, Mey-mey keluar duluan. Aku membawa tasku dan menyusul. Kuketuk pintunya, agak lama aku menunggu.
Aku kaget juga, ketika pintu terbuka Mey-mey hanya berbalut bra tipis model ikatan dan g string yang juga tipis. Aku sampe membelalak melihat pemandangan indah itu. “Mey kamu napsuin banget”, kataku sambil merangkul pundaknya menuju ke sofa. Pintu kututup dengan kaki, bibirnya yang langsung kucium dan kulumat. Dia tergagap sesaat sebelum membalas lumatanku. Aku merasakan lidahnya menyusup ke dalam mulutku. Dan reflekku adalah mengisapnya. Lidahnya menari-nari di mulutku. Sambil melumat, aku juga merambah tubuhnya. Kuremas toketnya yang masih terbungkus bra tipis. Dia menggelinjang. Menggeliat-geliat karena rasa nikmat yang luar biasa. Bibirnya terus kulumat, dan dia menyambutnya dengan penuh napsu. Kurangkul tubuhnya, bibirku lebih menekan lagi. Kusedot lidahnya, sekaligus juga ludahnya. Aku kembali meremasi kedua toketnya, dan melepaskannya ikatan branya.Kemudian aku mulai menjilati dan mengemut toket dan pentilnya. Dia rupanya nggak mampu menahan gelinjang ini, rintihan keluar dari mulutnya.
Tanganku turun untuk meraih G-stringnya. Dia makin tak mampu menahan napsu saat jari-jari kasar ku merabai bibir nonoknya dari luar G-string dan kemudian mengilik itilnya. Jariku meraih nonoknya melalui samping G-stringnya. Cairan nonoknya yang sudah mengalir sejak tadi menjadi pelumas untuk memudahkan masuknya jari-jariku ke nonoknya. Aku terus menggumuli tubuhnya dan merangsek ke ketiaknya. Aku jilati dan sedoti ketiaknya. Dia menikmati sambil merintih. Aku ingin memberikan sesuatu yang lain dari yang lain. Dinding nonoknya yang penuh saraf-saraf peka aku kutik-kutik, hingga tak terbendung lagi, cairan nonoknya mengalir dengan derasnya. Yang semula satu jari, kini kususulkan lagi jari lainnya. Aku tahu persis titik-titik kelemahannya.
Jari-jariku mengarah pada G-spotnya. Dan tak ayal lagi. Hanya dengan jilatan di ketiak dan kobokan jari-jari di nonoknya, aku berhasil membuatnya nyampe. Kepalaku diraih dan diremasi rambutku. aku dipeluknya erat-erat dan kukunya menghunjam ke punggungku. Pahanya menjepit tanganku, sementara pantatnya terangkat agar jariku lebih melesek ke nonoknya. Dia berteriak histeris. Kakinya mengejang menahan kedutan nonoknya yang memuntahkan cairan bening. Keringatnya yang mengucur deras mengalir ke mata, pipi, dan bibirnya. Saat telah reda, aku mengusap-usap rambutnya yang basah sambil meniup-niup dengan penuh kasih sayang. Aku sisir rambutnya dengan jari-jari. “Mey, kamu liar banget deh. Istirahat dulu ya. Aku ambilkan minum ya”, aku mengambilkan minuman dari lemari esnya. kaleng coca cola kubuka dan kuberikan kepadanya. Segera diminumnya coca cola itu sampe habis.
Sementara dia masih terlena di sofa dan menarik nafas panjang sesudah nyampe tadi, aku terus menciumi dan ngusel-uselkan hidungku ke perutnya. Bahkan lidah dan bibirku menjilati dan menyedoti keringatnya. Aku tak henti-hentinya merabai selangkangannya. Dia terdiam. Dia perlu mengembalikan staminanya. “Masih capek Mey”, bisikku. “Nggak kok. Lagi narik napas saja. Tadi nikmat banget yaa padahal om belum apa-apa. Baru di utik-utik saja Mey-mey sudah kelabakkan”, jawabnya.
Karena jawabannya tadi aku bangun dan melepaskan semua yang menempel dibadanku. Dia sangat tergetar menyaksikan tubuhku. Bahuku bidang. Lenganku kekar dengan otot-otot yang kokoh. Perutku nggak nampak membesar, rata dengan otot-otot perut yang kencang, six pack gitu loh. Bukit dadaku kokoh, dengan dua pentil besar kecoklatan. Pandangannya terus meluncur ke bawah. Dan yang paling membuatnya terpesona adalah kontolku yang besar, panjang, keras hingga nampak kepalanya berkilatan sangat menantang. Dengan sobekan lubang kencing yang gede, kontolku mengundang untuk diremes, dikocok dan diemut.
Sesudah telanjang aku menarik lepas G-stringnya sehingga sekarang kita berdua sudah bertelanjang bulat. “Mey, jembut kamu lebat banget, pantes kamu tadi jadi liar”, kataku sambil mengelus2 jembutnya. “Bukannya liar, itu namanya menikmati om. Kekamar yuk om”. Kami bangkit dari sofa, dia menarik tanganku masuk kamarnya. Kamarnya lumayan besar, dengan kamar mandi didalem, tempat tiur besar, lemari pakean yang masuk ketembok, meja rias, ada lcd tv 21 inch dengan audio visual systemnya.
Dia mendorong tubuhku hingga terbaring di ranjang. kontolku yang keras diremesnya. Kemudian kepala kontolku dibasahi dengan ludahnya. Diratakan ludah dengan jarinya. Aku menggeliat kegelian. Dengan lembut diusapnya seluruh permukaan kepala kontolku yang besar, aku melenguh karena nikmatnya. Digenggamnya pangkal kontolku dan kepalanya yang basah mulai dijilati. Diujung kepalanya ada setitik cairan bening. Sambil menjilati cairan bening itu, kontolku dikocok turun naik. Dengan lidah dia menjilati kepala dan leher kontolku, semua daerah sensitif dijelajahinya dengan lidah. Akhirnya kepalanya diemut dan dikeluar masukkan ke dalam mulutnya. Perutku dielus2, aku meremas2 rambutnya. Dia terus saja mengisap kontolku. kon tol yang gede, panjang, kepalanya yang bulat berkilatan. kepalanya kuelus-elus. Dengan penuh semangat dia terus mengulum kontolku.
“Mey, nikmat banget emutanmu”, erangku. “Kamu pinter banget siihh”. Dia terus memompa dengan lembut. Berkali2 dia mengeluarkan kepala kontolku dari mulutnya. Dia menjilati tepi-tepinya. Pada pangkal kepala ada alur semacam cincin atau bingkai yang mengelilingi kepala itu. Dan sobekan lubang kencingnya dijilati habis-habisan. “Mey, nikmatnya aah”, kembali aku mengerang.
Aku tak tahan dengan rangsangannya, aku tarik dia dari kontolku, kubaringkan dan kembali mulutku mengarah ke nonoknya. Dengan lembut aku menjilati daerah sekeliling nonoknya, pahanya kukangkangkan supaya aku mudah mengakses nonoknya. “aah”, ganti dia yang melenguh keenakan. Lidahku makin liar menjelajahi nonoknya. Bibir nonoknya kukuakkan dengan jari dan kembali itilnya yang menjadi sasaran lidahku. Dia makin menggelinjang gak karuan. Napasnya menjadi gak teratur, “Mey-mey dientot dong om”, erangnya. Dari nonoknya kembali membanjir cairan bening. Aku menjilati cairan itu.
Badannya kutarik, aku segera menempatkan kon tol besarku di bibir nonoknya. Pelan2 kumasukkan sedikit demi sedikit, nikmat banget rasanya. Aku mulai mengenjotkan kontolku keluar masuk, mula2 pelan dan makin lama makin cepat dan keras, kontolku udah ambles semuanya di nonoknya, “Aah”, erangnya lagi. Aku terus saja mengenjotkan kontolku dengan keras dan cepat, sehingga akhirnya nonoknya makin berdenyut mencengkeram kontolku dengan keras. “Terus yang cepat om, Mey-mey mau nyampe, aah”, erangnya dengan liar. Aku terus saja mengenjotkan kontolku sampe akhirnya, “Aah, Mey-mey nyampe…”, kembali dia berteriak. Aku menghentikan enjotanku. Kembali aku membelai2 rambutnya dan bibirnya kucium dengan mesra. “Nikmat banget dientot ama om, baru sebentar dienjot, Mey-mey dah nyampe,” katanya.
Aku mencabut kontolku dan minta dia nungging Segera kutancapkan kembali kontolku di nonoknya dari belakang. Pinggulnya kupegangi sambil mengenjotkan kontolku keluar masuk dengan cepat, rasanya kon tol masuk lebih dalam lagi ke nonoknya, nikmat banget rasanya. Aku ingin merasakan macem2 gaya ngen tot, segera aku telentang dan minta dia yang diatas. Dia menancapkan kontolku dinonoknya dan diturunkannya tubuhnya sehingga kontolku kembali ambles di nonoknya. Dia menggerakkan pinggulnya turun naik dan juga dengan gerakan memutar. Aku meremas2 toketnya dan memlintir pentilnya.
Dia membungkukkan badannya sehingga aku bisa mengemut pentilnya, sesekali kugigit pelan, Dia menjerit2 karena nikmatnya. “Mey, aku dah mau ngecret, didalem ya”, kataku sambil terus meremes toketnya. “Ngecretin didalem aja om, biar lebih nikmat”, jawabnya sambil terus menaik turunkan pinggulnya mengocok kontolku yang ambles di nonoknya. Dia kembali membungkuk, kali ini bibirnya kucium dengan ganas. Aku memegangi pinggangnya. Gerakan pinggulnya makin cepat, dia juga merasa akan nyampe lagi. nonoknya terasa berdenyut2, “Om, Mey-mey mau nyampe juga, bareng ya om”, katanya terengah. Terus digerakannya pinggulnya naik turun dengan cepat sampe akhirnya pejuku muncrat menyembur2 didalam nonoknya. Bersamaan dengan ngecretku, dia nyampe kembali.
“Nikmatnya..”, erangku. Dia menelungkup lemas dibadanku, aku memeluknya dan mengecup bibirnya, sementara kontolku masih nancap di nonoknya. “Mey-mey lemes banget, tapi nikmatnya luar biasa”, katanya. “Ini baru ronde pertama lo Mey”, jawabku. “Mey-mey mau kok om en totin lagi”, katanya.
Dia berbaring kelelahan diranjang. Aku disebelahnya, aku belum puas, kembali aku meremas toketnya. “Kamu seksi banget ya Mey, toket kamu besar dan kenceng. Jembut kamu lebat banget, aku suka ngen tot ama yang jembutnya lebat. Mana no nok kamu kenceng banget empotannya, aku mau ngerasain lagi ya Mey”, kataku dan kembali aku mencium bibirnya.
Aku bangun dan segera mengarah ke nonoknya, aku tau titik lemahnya ada dinonoknya. Aku kembali menjilati nonoknya. Ujung lidahku kembali menelusup masuk ke nonoknya. Rambutku segera diremas2 dan ditekannya kepalaku supaya lidahku lebih masuk lagi ke nonoknya. Pantatnya menggelinjang naik keatas. Aku terus saja menggarap nonoknya, pahanya kupegangi erat2 sehingga dia sulit untuk bergerak2, dia hanya bisa mendesah2 kenikmatan. desahannya merangsang napsuku sehingga segera aku melepaskan nonoknya dan menaiki tubuhnya. “Om kuat banget sih. Baru aja ngecret udah pengen masuk lagi”.
Aku tidak menjawab. Kugenggam kontolku, kuarahkan ke nonoknya. Dia menggelinjang saat kepala tumpul yang bulat gede itu menyentuh dan langsung mendorong bibir nonoknya. Kepala kontolku menguak gerbang nonoknya. nonoknya langsung menyedotnya, agar seluruh kon tol gede itu bisa dilahapnya. Uuhh .. dia merasakan nikmatnya desakan kon tol yang hangat panas memasuki nonoknya. Sesak. Penuh. Tak ada ruang dan celah yang tersisa. kontol panas itu terus mendesak masuk. kontol itu akhirnya mentok di mulut rahimnya. Kemudian aku mulai melakukan pemompaan. Kutarik pelan kemudian kudorong. Kutarik pelan dan kembali kudorong masuk. Begitu aku ulang-ulangi dengan frekuensi yang makin sering dan makin cepat.
Dia mengimbangi secara reflek. Saat aku menarik kontolku, pantatnya juga menaik sambil sedikit goyang ngebor. Dan saat aku menusukkan kontolku, pantatnya cepat menjemputnya disertai goyangan igelnya. Demikian secara beruntun, semakin lama makin cepat. toketnya bergoncang-goncang, keringatku bercampur keringatnya mengalir dan berjatuhan di tubuhnya. mataku dan matanya sama-sama melihat keatas dengan menyisakan sedikit putih matanya. Goncangan makin cepat itu juga membuat ranjang kokoh itu ikut berderak-derak. “Mey, nikmat banget deh no nok kamu”. “Kon tol om juga enak banget, panjangg .. Uhh gede banget.”
Posisi nikmat ini berlangsung bermenit-menit. tubuh kekarku tampak berkilatan karena keringat, padahal kamar ber ac. keringatku mengalir dari leher, terus ke dada, dan akhirnya ke tonjolan otot di perutku. Dengan gemas dia mainkan pentilku yang bekilatan itu. digigiti, dijilat, diremas2. Tambah buas gerakanku. Sodokan kontolku tambah kencang di nonoknya sambil terus meremes2 toketnya. Pada akhirnya, setelah sekian lama aku mengenjot nonoknya dan dia nyampe 2 kali secara berturut2, kontolku terasa berdenyut keras dan kuat sekali. Kemudian menyusul denyut-denyut berikutnya. Pada setiap denyutan dia rasakan nonoknya sepertinya disemprot air kawah yang panas. Pejuku kembali berkali-kali ngecret di dalam nonoknya. Uhh .. Aku jadi lemes banget. “Mey-mey lemes nih, tapi nikmat banget. Istirahat dulu ya”, kataku. Aku langsung terkapar di ranjang, dia juga dan tak lama kemudian kami tertidur.
Pagi hari. Aku terbangun karena ada ciuman di bibirku. Diluar udah terang. Dia sedang mencium bibirku. Aku menyambut ciumannya, kayanya sarapan pagi ya ngen tot lagi. Kami saling berciuman dengan mesra dan hangat, saling menghisap bibir, lalu lama kelamaan, entah siapa yang memulai, aku dan dia saling menghisap lidah dan ciuman pun semakin bertambah panas dan bergairah. Ciuman dan hisapan berlanjut terus, sementara tanganku mulai beralih dari betis, merayap ke pahanya dan membelainya dengan lembut. Matanya terpejam. Kembali aku melepas bibirku dari bibirnya. satu tanganku masih terus membelai pahanya, diapun terbaring pasrah menikmati belaianku, sementara aku sendiri membaringkan tubuhku miring di sisinya. Aku mencium bibirnya kembali, yang serta merta dibalasnya dengan hisapan pada lidahku. gairahnya semakin menggelegak akibat tanganku yang mulai beralih dari paha ke selangkangannya, membelai nonoknya. “Mmhh.. ” desahnya disela2 ciuman panas kami.
Dari mencium bibirnya, lidahku mulai berpindah ke telinga dan lehernya, dan kembali lagi ke bibir dan lidahnya. Permainanku yang lembut dan tak tergesa-gesa ini membuatnya terpancing menjadi semakin bernapsu. akhirnya aku mulai meraba2 toketnya, pentilnya yang saat itu sudah tegak mengacung kugesek2. Kuciumi toketnya, kemudian mulai menjilati pentilnya. “Ooohh.. sshh.. aachh.” desahnya langsung terlontar tak tertahankan begitu lidahku yang basah dan kasar menggesek pentilnya yang terasa sangat peka. Aku menjilati dan menghisap toket dan pentilnya di sela-sela desah dan rintihnya yang sangat menikmati gelombang rangsanganku.
Aku melepas pentilnya lalu bangkit berlutut mengangkangi betisnya, dan mulai menciumi pahanya. Kembali bibirku yang basah dan lidahku yang kasar menghantarkan rangsangan hebat yang merebak ke seluruh tubuhnya pada setiap sentuhanku di pahanya. Apalagi ketika lidahku menggoda selangkangannya dengan jilatan yang sesekali melibas bibir nonoknya. Yang bisa dia lakukan hanya mendesah dan merintih pasrah melawan gejolak napsu. Aku mengalihkan jilatan kejembutnya yang telah begitu basah penuh lendir nonoknya. “ohh..” lenguhnya. Lidahku melalap nonoknya dari bawah sampai ke atas, menyentuh itilnya. Aku menghentikan jilatan dan berlutut di depannya. nonoknya terasa panas, basah dan berdenyut-denyut.
Dia membuka kakinya hingga mengangkang lebar lebar, lalu kuturunkan pantat dan kutuntun kontolku ke bibir nonoknya. Terasa sekali kepala kontolku menembus nonoknya. “Hngk! Besaar..sekalii,” erangnya. Tanpa terburu-buru, aku kembali menjilati dan menghisap pentilnya yang masih mengacung dengan lembut, kadang menggodanya dengan menggesekkan gigi pada pentilnya, tak sampai menggigitnya, lalu kembali menjilati dan menghisap pentilnya, sementara setengah kontolku bergerak perlahan dan lembut menembus nonoknya.
Aku menggerak- gerakkan pantat maju mundur dengan perlahan, membuat lendir nonoknya semakin banyak meleleh di nonoknya, melicinkan jalan masuk kon tol berototku ini ke dalam nonoknya tahap demi tahap. Lidahku yang kasar dan basah berpindah-pindah dari satu pentil ke pentil yang lain. “Ouuch.. sshh.. aachh.. teruuss.masukin kon tol om yang dalaam..! oouch.. niikmaatnya!” erangnya. Seluruh rongga nonoknya terasa penuh, kurasakan begitu nikmatnya dinding nonoknya menggesek kontolku yang keras dan besar..!

Akhirnya seluruh kontolku yang kekar besar itu tertelan kedalam nonoknya. Terasa bibir nonoknya dipaksa meregang, mencengkeram otot besar dan keras ini. Melepas pentilnya, aku mulai memaju-mundurkan pantat perlahan, “..oouch. niikmaat!!” dia pun tak kuasa lagi untuk tidak merespon kenikmatan ini dengan membalas menggerakan pantatnya maju-mundur dan kadang berputar menyelaraskan gerakan pantatku, dan akhirnya dia semakin tersengal2 diselingi desah desah penuh kenikmatan.
“hh..sshh..hh.. ohh ..suungguuhh.. niikmmaat.” lidahku kembali menari di pentilnya. Dia benar benar menikmati permainanku sambil meremas-remas rambutku. kontolku yang dahsyat semakin cepat dan kasar menggenjot nonoknya dan menggesek dinding nonoknya yang mencengkeram erat. Hisapan dan jilatanku pada pentilnya pun semakin cepat dan bernapsu. Seluruh tubuhnya bergelinjang liar tanpa bisa dikendalikan. Desahannya sudah berganti dengan erangan liar, “Ahh.. Ouchh..entotin Mey-mey terus, genjot habis no nok Mey-mey..!! genjoott.. kon tol om sampe mentok..!!” Ooohh..bukan main enaknya ngeentoot sama om..!!” mendengar celotehannya, aku menjadi semakin beringas, kontolku makin cepat kuenjotkan keluar masuk nonoknya.
Akhirnya dia tidak bisa lagi menahan gelombang kenikmatan melanda seluruh tubuhnya “Ngghh..nghh .. nghh.. Mey-mey mau nyampe..!!” pekikannya meledak menyertai gelinjang liar tubuhnya sambil memeluk erat tubuhku. Aku mengendalikan gerakan yang tadinya cepat dan kasar itu menjadi perlahan sambil menekan kontolku dalam2 dengan memutar mutar keras sekali. itilnya yang sudah begitu mengeras habis kugencet. “..aacchh.. niikmaatnya.. tekeen.. teruuss.. i til Mey-mey..!!” Akhirnya dia nyampe, dia memeluk tubuhku erat sekali. wajahku diciumi sambil mengerang2 dikupingku sementara aku terus menggerakkan sambil menekan kontolku secara sangat perlahan. Tubuhnya yang terkulai lemas dengan kontolku masih di dalam nonoknya yang masih berdenyut- denyut.
Tanpa tergesa-gesa, aku mengecup bibir, pipi dan lehernya dengan lembut dan mesra, sementara kedua lengan kekarku memeluk tubuh lemasnya dengan erat. Aku sama sekali tidak menggerakkan kontolku yang masih besar dan keras di dalam nonoknya. Aku memberinya kesempatan untuk mengatur napasnya yang terengah-engah. Setelah dia kembali “sadar” , dia pun mulai membalas ciumanku, sehingga aku kembali memainkan lidahku pada lidahnya dan menghisap bibir dan lidahnya semakin liar. Napsunya kembali terpancing dan aku mulai kembali menggerak-gerakkan pantatku perlahan-lahan, menggesekkan kontolku pada dinding nonoknya. Respon gerakan pantatku membuatnya semakin liar. Genjotan kontolku pada nonoknya mulai cepat, kasar dan liar.
Lalu aku memintanya untuk berbalik, sambil merangkak dan menungging dibukanya kakinya lebar, dia menatap mukaku sayu sambil memelas “Masukin kon tol gede om dari belakang kelobang no nok Mey-mey..” Aku pun menatap bokongnya. Sambil memegang kon tol kusodokan ketempat yang dituju. Bleess.. “Ooohh. teruss om..yang.. dalaam..!”! terasa besar dan panjang kontolku menyodok nonoknya, terasa sekali gesekannya di nonoknya yang menyempit karena tertekuk tubuhnya yang sedang menungging ini. Aku menggarapnya dengan penuh napsu, tubuhnya diayun-ayunkan maju mundur, ketika kebelakang disentakan keras sekali menyambut sodokanku sehingga kon tol yang besar dan panjang itu lenyap tertelan nonoknya. “Hngk.. ngghh..Mey-mey mau nyampe lagii.. aargghh..!!” dia melenguh panjang, dia nyampe lagi.
Dia mendorong pantatnya ke belakang keras sekali menancapkan kontolku yang besar sedalam-dalam2nya di dalam nonoknya, terasa nonoknya berdenyut2 mengempot kon tol besarku. Setelah mengejang beberapa detik diterjang gelombang kenikmatan, tubuhnya melemas dipelukanku yang menindih tubuhnya dari belakang. segera aku menggulingkan diri, rebah di sisinya. Tubuhnya yang telanjang bulat bermandikan keringat terbaring pasrah di ranjang, penuh dengan rasa kepuasan.
Aku memeluk tubuhnya dan mengecup pipinya, membuatnya merasa semakin nyaman dan puas. “Mey om belum ngecret..! Tolong isepin kon tol om dong..!” tanpa sungkan lagi dia mengemut kontolku, dijilatinya biji pelernya, bahkan selangkanganku ketika dia melihat aku menggeliat geliat kenikmatan, “Ohh Mey.. nikmat sekalii.. teruss .. lumat kon tol om, iseep yang daleemm.. ohh..” aku mengerang penuh semangat membuatnya semakin gairah saja mengemut kontolku yang besar. Emutannya makin beringas, kon tol yang besar itu yang menyumpal mulutnya, kepalanya naik turun cepat sekali, aku menggelinjang hebat.
Akhirnya dia menaiki aku, kurasakan nonoknya ingin melahap kembali kontolku yang masih perkasa, diraihnya kontolku lalu diduduki sembari kuarahkankan kontolku ke nonoknya. Bleess. “Ooohh..Mey..masuukin kontolku semuanya..!!” aku mengerang. Diiputar-putarnya pinggulnya dengan cepat, sekali kali diangkatnya pantatnya lalu dijatuhkan dengan keras sehingga kontolku yang besar itu melesak dalam sekali.. “aachh.. Mey..putaar..habiisiin kontolku..eennakk.. sekaallii..!!” giliran aku yang merintih mengerang bahkan mengejang-ngejangkan tubuhku. Digenjotnya kontolku bahkan sambil menekan keras sekali pantatnya. kontolku diupelintir habis, bahkan dikontraksikannya otot2 nonoknya sehingga kon tol yang besar itu terhisap dan terkenyot didalam nonoknya.
Aku menggelinjang habis, kadang mengejangkan tubuhku sambil meremas pantatnya keras sekali, ditekannya lagi pantatnya lebih keras, kontolku melesak seluruhnya bahkan jembutnya sudah menyatu dengan jembutku, itilnya tergencet kontolku. Badannya sedikit dimiringkan ke belakang, biji pelerku diraihnya dan diremas-remas, “Ooohh.. aachh.. yeess. Mey”, aku membelalakan mataku.
Lalu aku bangkit, dengan posisi duduk aku mengemut toketnya. Dia membusungkan kedua toketnya. “Emut pentil Mey-mey..dua..duanya…yeess..!! sshh…..oohh..!! erangnya. “Ooohh.. Mey..nikmatnya bukan main posisi ini..! Kontolku melesak dalam sekali menembus nonokmu..!” aku mendengus2. Kurasakan kontolku mengembung pertanda pejuku setiap saat akan meletup, “..Ohh..sshh..aahh.. keluaar..bareeng..ya om”, erangnya lagi. “iya..Mey, aku…udah mau ngecret”.
Tubuhku mengejang ketika aku menyemburkan pejuku dengan dahsyat di dalam nonoknya, “aachh. jepiit kontolku..yeess..sshh..oohh..n ikmaatnya..nonokmu Mey” aku mengecretkan pejunya di dalam nonoknya, terasa kental dan banyak sekali. Diapun menggelinjang hebat, “Nggkkh..sshh.. uugghh.. teekeen kon tol om.. sampe mentookkhh..aarrgghh..!!” Ditekannya, dijepitnya, dikepitnya seluruh tubuhku mulai kontolku, pantat, pinggang bahkan dadaku yang kekar, dipeluknya erat sekali. seluruh pejuku diperas dari kontolku yang sedang terjepit didalam nonoknya. Nikmatnya sungguh luar biasa. Akhirnya perlahan lahan kesadaranku pulih kembali, tubuhku terasa lemas sekali. “sarapan ini lebih nikmat dari semalem, Mey-mey mau lagi dong”, katanya. “Kamu masih abg tapi udah pengalaman banget ngempot kontol ya. Ngentot sama kamu yang paling nikmat deh Mey katimbang cewek-Cewek lainnya, empotan kamu kerasa banget”. Dia hanya tersenyum kelelahan

Perkasanya Tetanggaku

Namaku Sintia, aku tinggal disatu komplex perumahan. aku kerja sebagai karyawati disatu perusahaan asuransi jiwa terbesar disini. Aku resminya sih dah nikah, tapi dah hampir 2 tahun kosong terus. Suamiku punya bisnis yang cukup sukses, dia sangat menekuni kerjaannya, sehingga jelaslah kalo sukses dalam segi materi. Cuma dia tuh sangat workaholik sehingga kerjaan menjadi istri pertamanya sedang aku istri yang gak tau deh ke berapa. waktunya abis untuk ngurusi kerjaannya, tiap hari larut malem baru pulang, weekend juga lebih sering mengurus kerjaannya daripada ngegelutin aku, gak heran deh kalo aku kosong trus dan 2 tahun dikawinin juga.
Temen2 kantor suka ngeledekin aku jablay, ya memang bgitulah adanya, aku cuman senyum ja kalo diledekin gitu, padahal aku menggebu-gebu  nunggu siapa yang mo belai aku, tapi aku malu untuk mulai duluan. temen-teman lelaki di kantor sih banyak yang oke punya, tapi ya itu, aku mulai untuk inisiatif duluan dan temen-temanku juga sopan-sopan banget untuk mengajakku kearah yang nikmat itu. Jadilah jablayku berkepanjangan.
Kalo weekend, aku suka jalan pagi ma temen deketku di komplex rumah, dia suka ngasuh anjingnya, gak tau deh ras apa, bagus si anjingnya, besar, bulunya panjang2 tapi bukan herder atawa doberman. Aku taunya cuma 2 ras anjing itu aja, yang laennya walahualam bisawab. Sebenarnya aku takut ma anjing besar gitu, tapi kayanya sih gak galak. cuman kalo ketemu dia suka menciumi kakiku dan kadang menjilat betisku, aku suka menggelinjang dijilat gitu, sayang anjing yang ngejilatin hihi. Sering juga si kalo lagi jalan pagi ma temenku aku ketemu sama tetanggaku selang satu rumah dari rumahku. Tu bapak rajin jalan pagi, umurnya 40an kayanya si, seumuran misua gitulah, cuman liat badannya tegap atletis, ganteng pula, seneng aja aku ngelihatnya. Coba aja dia mau blay aku, hihi ngarep mode on ni ye. Kalo ketemu cuma berhai hai basa basi gitu. Aku manggil dia pak dan dia manggil aku bu, formal banget ya.
Sampe satu pagi weekend, dah terang si, aku telat keluar rumah sehingga gak ketemu temeku lagi. Memang si temenku biasanya jalan masi gelap. etika jalan didepan rumah si bapak, dia keluar rumah. “Mo jalan pagi ya bu, kok siang?” sapanya. “Iya ni pak, kesiangan, bapak juga tumben siang”. “Iya liat ibu jalan ndirian ya makanya aku keluar juga, jalan bareng yuk”. “Oke pak. Manggil aku Sintia aja deh pak, jangan bu segala, kan Sintia masi muda blon ibu-ibu”. “Iya, masi muda, cantik, sexy”. “Masak si pak, badan kecil gini, apa sexynya”. “Ya sexylah Sin, biar kamu imut tapi kan body kamu proporsional banget, itu namanya sexy juga”. Aku seneng ja dipuji gitu, soale yang dirumah gak pernah muji aku.
“Tersanjung ni Sintia pak”. “Gak nyanjung kok, memang kenyataannya gitu. Kamu kok gak perna kliatan misuanya Sin”. “Dia sibuk banget pak, jarang dirumah deh”. “Wah jablay dong ya”. “Iya ni, temen2 kantor juga bilang gitu. Bapak ndiri kok lebih sering keliatan dirumah, kerjanya dari rumah ya pak”. “Aku partner ma temenku, dia yang operasional, jadi aku sesekali aja kekantor kalo mo meting atao ada keperluan bisnis laennya”. “Wah enak dong pak, masi muda dah bisa santai, tiap bulan tinggal nerima berjut jut ya pak, bole tu dibagi ke Sintia”. “Dia tertawa saja, “Jut jut panya”. “Iya ya masak cuman jut-jut, ratusan jut harusnya”. “wah itu mah gak sebulan lah Sin. Trus kamu ngapain aja kalo malem”.
“Ya bengong ndirian aja pak, pulang, makan, beberes, liat tv trus bobo, mo ngapain lagi”. “Bosen dong ya”. “Banget, bapak ndiri apa gak bosen dirumah terus”. “Aku si ada aja yang dikerjain, kan kerjaan kantor suka dikirim kurir ke rumah”. “Kayanya bapak juga ndirian dirumah ya”. “Iya si, keluarga gak mo diboyong kemari, jadi ya pisah rumah deh, paling sebulan sekali aku kesana”. “Dimana si pak keluarganya”. Dia menyebutkan satu kota. “Oh gak jauh dong”. “Iya si, tapi kalo nglaju tiap hari mah cape lah, apalagi macetnya itu lo”. “wah setornya sebulan sekali dong pak”. “Setor paan”. “Ya setor duit dan setor yang satu itu”, sengaja aku mancing2 dia. “Yang satu paan si”. “Pura-pura gak tau aja ni sibapak”. “beneran gak tau tu”.
“Masak si, Sintia jadi malu ni ngomongnya”. “Kok malu, kan masi pake baju, kalo bugil baru malu, apa enggak ya”. Kami tertawa aja. “masak bugil gak malu si pak, kalo dikamar ya enggak, tapi kalo depan bapak ya malu lah”. “Kok malu, coba deh bugil, ntar saya belai”, dia tertawa, wah dia mulai anget juga neh ngomongnya. “Mangnya bapak mo liat Sintia bugil didepan bapak, trus nanti diperkosa lagi”. “Kan kamu maunya kan”. “Ya gak lah pak, masak diperkosa, yang romantis-romantis gitu dong”. “Beneran mau yang romantis? aku juga mau kok”. Wah dah nyambung ni ngomongannya, tapi aku masi jual mahal.
“Ntar bapak kecewa lagi kalo dah liat Sintia bugil”. “Kayanya si enggak, liat dari luar ja dah sexy gini, palagi kalo dibugilin”, dia menggandeng tanganku dan mengajakku pulang. wah dah gak nahan dia rupanya. “Pak, ntar diliat tetangga, masak kita gandengan”. Dia melepaskan gandengannya. “Kita keluar aja yuk, jangan dirumahlah kalo mo berbugil ria”. Aku diem aja, wah kejadian ni, asik. “Mangnya bapak mo ngajak Sintia kemana”. “Ke villa aja yuk, punya temenku, jarang banget ditinggalin, gak jauh kok”. Aku cuman ngangguk. Sampai dirumah kita janjian ketemu digerbang komplex aja supaya gak menyolok pergi bareng.
Aku masuk rumah beberes ja, aku bawa bikiniku dan seperangkat baju ganti dan dalemannya, kosmetik ringan juga aku masukin ke tas kecilku. Aku memang dandannya yang simple-simple saja sehingga gak banyak perlu kosmetik, hemat kan jadi prempuan kaya aku. Deket rumahku ada ojek mangkal, segera saja aku minta tukang ojek nganter aku keluar komplex. Diluar gerbang komplex, kulihat mobil si bapak dah nunggu. aku turun dari ojek dan bayar ongkosnya. Setelah yakin gak da yang memperhatikan aku segera aku menyelinap masuk mobilnya. “Bawa apaan tu Sin”. “Baju ganti pak”. “Mangnya perlu pake baju ya”. “Ih si bapak”, kataku manja sambil mencubit lengannya. “Kita cari sarapan dulu ya Sin”. “terserah bapak aja deh”.
“Manggilnya jangan bapak lah, formal amir”. “Kok gak hasan pak”. Dia tertawa, ngerti maksudku apa dengan hasan. “Abis musti manggil apa, om deh ya, kan om lebi tua dari Sintia”. Dia senyum-senyum aja mendengarnya. Dia ngajak aku mampir di warung bubur ayam. “pernah makan bubur dimari Sin”. “Belom pernah om, om tau aja tempt makan enak”. “ya kudu tau lah”. Memang enak banget bubur ayamnya, setelah makan dia ngajak aku ke mini market deket warung bubur ayam itu, beli camilan, mi nstan, minuman dan keperluan di villa. Katanya si villanya gak ada papanya.
“Makanan beli disana aja ya, deket situ ada warung sunda kok, enak makanannya”. “atur aja deh om”. Mobilpun mluncur menuju ke tekape. Di jalan aku becanda-canda ja ma si om, dia humoris sehingga aku suka terpingkal-pingkal mendengar guyonannya yang vulgar-vulgar itu. Tangannya sering ngelus-elus pahaku yang masih dilapisi jeans ketat. “Dah gak sabar ya om”. Dia cuma senyum sambil mencubit pelan pahaku, sehingga aku menggelinjang.
Sesampainya aku disana, hari sudah lewat tengah hari. “Kita cari makan dulu yuk say”. “Kok say si om”. “Iya aku kan sayang ma kamu”. “wah senengnya disayang ma lelaki ganteng”. “Mangnya aku ganteng ya say”. “Banget, dibanding ma yang dirumah. Bodi om asik lagi, gak krempeng”. “Bawahnya juga asik kok say”. aku senyum aja sambil ngebayangin kaya apa kontolnya kalo dah ngaceng, jadi horny deh. Warung yang dibilang si bapak menyediakan makanan prasmanan, serba sunda, makan tinggal nyomot-nyomot lauknya aja. Kenyang banget deh kalo maen comot makanan, abis semuanya kliatannya enak si. Si bapak membayar bil makanannya dan segera meluncur ke vila temennya.
Gerbangnya tertutup, si bapak membunyikan klakson 4 kali, dari balik gerbang muncul bapak-bapak tua, dia manggut ke bapak dan membukakan gerbangnya. Bapak tua itu yang membersihkan dan nungguin vila. “Dah beres semuanya gan, makanan ada di meja, saya pamit dulu ya gan”. Si bapak kulihat menyelipkan uang warna merah dua lembar ke tangan si bapak. “makasih banyak pak”. Tu bapak tua segera menutup gerbang vila dan tinggallah kami berdua disitu.
Vilanya gak besar, halaman depannya kecil, tapi cukup untuk menampung 2 mobil, pager tinggi melingkari bangunan. Tapi di bagian belakangnya luas sekali, dipenuhi pepohonan rimbun, bahkan ada pool yang cukup besar. ada beberapa payung dipinggir pool dan ada saung yang dipenuhi dengan taneman merambat, romantis sekali suasananya. Dipojokan halaman ditempat yang agak tertutup kulihat ada mesin cuci pakean dan rak buat ngejemur pakean. Ruang dalem serba minimalis, ada ruang besar yang berfungsi sebagai ruang keluarga dan ruang makan lengkap denga peralatan audiovisual dan lemari es serta dispenser, dapur dengan peralatan memasaknya, dan 2 kamar tidur besar dengan kamar mandi didalem.
Kamar mandinya serba alami, ada gentong dengan ciduk batok kelapa, wastafel dan kaca rias. Ada juga shower dibagian kamar mandi yang terbuka. Kamar mandinya ternyata nyambung dengan pool dibelakang. Efisien banget ngatur pembagian lahannya, abis berenang bisa bebersih di kamar mandi, langsung masuk kamar, gitu kali maksudnya ya. Kulihat di meja makan sudah tersaji hidangan ala sunda juga, karena sudah makan ya buat ntar malem aja. Ada microwave oven sehingga gak ribet kalo mo ngangetin.
Segera aku menuju ke kolam renang. “Say, kamu bawa bikini gak, tuker dulu gih sana”. aku mengambil bikiniku dan segera menuju kekamar mandi. Ketika keluar berbikini ria, kembali dia menyambut dengan vulgarnya, “Wah say, bener2 napsuin kamu”. Langsung aja aku tenggelam dalam pelukan si bapak. Dia meletakkan tangannya di pahaku, tangan itu merabai pahaku secara perlahan sambil tangan satunya merangkulku dan mulai meremas tokedku. “Kan toked Sintia gak besar, kok om jadi napsu ngeremesnya si”. “kamu kan imut, pasti punya kamu juga rapet banget, jarang dipake kan”. aku meringis dan mendesah lebih panjang. Sementara lidahnya menjilati leherku, ke atas terus menggeliitik kupingku dan menyapu wajahku. Dia memegang tanganku dan meletakkannya diatas gundukan besar diselangkangannya yang masih tertutup celpen. Kuremas gundukan itu, “wah om besar banget si”.
“Mangnya punya misua kecil ya say”. “besar juga si, tapi punya om super besar dan panjang lagi, apa muat segini dimasukin di mem3k Sintia”. Bibirku dipagutnya, kami berciuman dengan hot, lidah kami keluar saling jilat dan belit. Sambil berciuman, dia mengurai ikatan bra bikiniku sehingga tokedku terekspos sudah. Dia langsung mencaplok toked kiriku dengan liar dan ganas, pipinya sampai kempot menyedot benda itu. Tangan satunya mengorek-ngorek memekku dari samping cd bikiniku yang minim sambil mengelusi punggungku. Dia masih terus menciumiku, lidahnya terus menyapu rongga mulutku, begitu pula aku dengan liar beradu lidah dengannya. Jempolnya menggesek-gesek pentilku diselingi pencetan dan pelintiran. Aku sendiri makin intens mremas kontolnya.
Kini dia suruh aku merunduk (sehingga posisiku setengah berbaring ke samping) dan mengemut kontolnya. Dengan bernafsu, aku melayani kontolnya dengan mulut dan lidah, mula-mula kujilati buah pelir dan batangannya dengan pola naik-turun, sampai di kepalanya sengaja aku gelitik dengan lidah dan kukulum sejenak. Pemiliknya sampai mengerang-ngerang keenakan sambil mremasi tokedku. Ikatan cd bikiniku diurai juga sehingga dengan mudah dia bisa mengobok-obok memekku dengan jari-jarinya, liang itu pun semakin becek akibat perbuatannya, cairanku nampak meleleh keluar dan membasahi jarinya. “Enngghh.. Uuuhh.. Uhh!” desahku disela-sela aktivitas menyepong.
Kemudian dia rebahan di matras dan dia suruh aku naik ke wajahnya, rupanya dia mau menjilati memekku, posisi 69 gitu. Kontolnya terus kukocok-kocok sambil mengemut pelirnya. Aku menyentil-nyetilkan lidah pada lubang kencingnya sehingga dia mengerang nikmat. “Ayo dong say, aku masukin ya, jangan cuma dibikin geli gitu” katanya sambil menekan kontolnya masuk ke mulutku, aku membelakak karena sesak. Aku memaju-mundurkan kepalaku mengemut kontolnya. Mulutku penuh terisi oleh batang besar itu sehingga hanya terdengar desahanku tertahan. dia menjulurkan lidahnya menyapu bibir memekku. Tangan kanannya mengelus-elus pantat dan pahaku, tangan kirinya dijulurkan ke atas memijati tokedku. pinggulku yang meliuk-liuk keenakan.
Lidahnya menjilat lebih dalam lagi, dipakainya dua jari untuk membuka bibir memekku dan disapunya daerah itu dengan lidahnya. Memekku jadi tambah basah baik oleh ludah maupun cairanku sendiri. “Emmh.. Emmhh.. Angghh!” aku mendesah tertahan dengan mata merem-melek. Cairan bening meleleh membasahi memekku dan mulutnya makin mendekat ke selangkanganku dan menyedot memekku selama kurang lebih lima menit, selama itu tubuhku menggelinjang hebat dan sepongan terhadap kontolnya makin bersemangat.
Puas menikmati memekku, dia mengambil posisi duduk dan menaikkan aku ke pangkuannya. Tangannya yang satu membuka lebar bibir memekku sedangkan yang lain membimbing kontolnya memasuki liangku. Aku menurunkan tubuhku menduduki kontolnya hingga melesak ke dalam diiringi eranganku panjang. Terasa sekali benda bulat panjang nesar itu membelah memekku yang blon perna kemasukan kont0l sebesar itu. Diapun juga melenguh nikmat akibat jepitan memekku yang kencang itu. Aku mulai naik-turun di pangkuannya, tokedku diremasi dengan gemas. Aku terus menaik-turunkan tubuhku dengan bersemangat, semakin lama makin cepat dan mulutku menceracau tak karuan.
Makin kerasa desakan kontolnya yang selain besar juga panjang sehingga seakan2 meembus masuk ke perutku. “Oohh.. Aauuhh.. Aahh!” lolongku dengan kepala mendongak ke langit bersamaan dengan tubuhku yang mengejang, kudekapnya kepalanya erat-erat sehingga wajahnya terbenam di belahan tokedku. Aku ambruk di pelukannya dengan kont0l masih tertancap. Dia mendekapku dan mencumbuku mesra, lidah kami berpaut dan saling menghisap. Dia mengambil minum dari dalem rumah, diberikannya ke aku dan langsung kutenggak sehingga abis. “Wah exhausted ya say”. “iya om, kan abis kerja keras. om belon ngecret tu”.
Aku direbahkannya kematras. Kedua pergelangan kakiku dipegangnya lalu dia bentangkan pahaku lebar-lebar. Setelah menaikkan kedua betisku ke bahu, dia menyentuhkan kepala kontolnya ke bibir memekku. Kembali memekku diregangkan maksimal untuk menampung kont0l besar yang menerobos masuk. Dia kembali mengerang nikmat akibat jepitan dinding memekku. “Uuuhh.. Uhh.. Sempit banget sih” erangnya ketika melakukan penetrasi. Dia mulai menggerakkan kontolnya pelan, aku merespon dengan rintihan. Dia menaikkan tempo permainannya, disodok aku sesekali, digoyangnya ke kiri dan kanan untuk variasi, tak ketinggalan tangannya mremasi pantatku. Aku semakin menggeliat keenakan, desahanku pun semakin mengekspresikan rasa nikmat Dia merundukkan badannya agar bisa menyusu dari tokedku, diemut-emut dan ditariknya pentilku dengan mulutnya.
Sekitar limabelas menit kemudian aku mulai mengejang dan mengerang panjang menandai klimaksku. Tapi dia tanpa peduli terus menggenjotku hingga beberapa menit kemudian. Diapun mulai mengejang, “Crot dimana say”. “Didalem aja om biar tambah nikmat”. “hehhhh”, desahnya ketika dia menancapkan kontolnya dalam2 di memekku dan kemudian terasa sekali semburan pejunya yang banyak banget. Dia rebah menindihku. “Nikmat banget say”. aku seneng aja dipuji kaya gitu. “Sintia juga nikmat banget om, masi ada ronde kedua kan om”. Dia hanya menggangguk dan mencium bibirku. Karena lelah berbaur nikmat, aku jadi terlelap di saung itu, waktu aku bangun hari dah gelap, lampu saung blon dinyalakan. Aku segera bangun dan menuju ke rumah. aku mandi dulu menyegarkan badan. selesai mandi aku keluar hanya mengenakan t shirt kedodoran yang menjadi semacam rok mini buat aku, didalemnya tentu ja polos.
Si om lagi ngangetin makanan di microwave oven. “Dah laper lagi ya say, kan kerja keras barusan”. Aku cuma ngangguk. Selesai ngangetin makanan, dia pergi mandi sedang aku melahap makanan. Selesai makan, si om belon kluar dari kamar. Aku duduk di sofa sambil ngeliat tv, pake parabola tentunya. Aku mencari film dari channel yang hanya memutar film, pastinya di channel filmnya puti semuanya, gak da yang blau. Tak lama lagi, si om kluar hanya dengan lilitan anduk dipinggang. dia mendekati dan memelukku, berpelukan mulut kami mulai saling memagut, lidah bertemu lidah, saling jilat dan saling belit, kugenggam kontolnyanya dan kupijati. Elusannya mulai turun dari punggungku ke bongkahan pantatku yang lalu dia remasi. Segera saja tshirt yang kukenakan sudah terlepas. dia masi aja terbengong-bengong menyaksikan keindahan tubuhku, tangannya merabai paha dan pantatku. “Say cukur jembut yah, jadi rapih deh hehehe..” komentarnya terhadap jembutku yang secara berkala kurapihkan pinggir-pinggirnya hingga bentuknya memanjang.
Menanggapinya aku hanya tersenyum seraya mendekatkan memekku sejengkal dan sejajar dari wajahnya, seperti yang sudah kuduga, dia langsung melahapnya dengan rakus. “Eemmhh.. Yess!” desahku begitu lidahnya menyentuh memekku. Kurenggangkan kedua pahaku agar lidahnya bisa menjelajah lebih luas. Sapuan lidahnya begitu mantap menyusuri celah-celah kenikmatan pada memekku. Aku mendesah lebih panjang saat lidahnya bertemu itilku yang sensitif. Mulutnya kadang mengisap dan kadang meniupkan angin sehingga menimbulkan sensasi luar biasa.
Sementara tangannya terus mremas pantatku dan sesekali mencucuk-cucuk pantatku. Aku mengerang sambil mremas rambutnya sebagai respon permainan lidahnya yang liar. Puas menjilati memekku, dia menyuruhku duduk menyamping di pangkuannya. Dengan liarnya dia langsung mencaplok tokedku, pentilku dikulum dan dijilat, tangannya menyusup diantara pahaku mengarah ke memekku. Selangkanganku terasa semakin banjir saja karena jarinya mengorek-ngorek lubang memekku.
Selain tokedku, ketiakku yang bersih pun tak luput dari jilatannya sehingga menimbulkan sensasi geli, terkadang dihirupnya ketiakku yang beraroma parfum bercampur keringatku. Tanganku merambat ke bawah mencari kontolnya, benda itu kini telah mengeras seperti batu. Kuelusi sambil menikmati rangsangan-rangsangan yang diberikan padaku. Jari-jarinya berlumuran cairan bening dari memekku begitu dia keluarkan.
Disodorkannya jarinya ke mulutku yang langsung kujilati dan kukulum, terasa sekali aroma dan rasa cairan yang sudah akrab denganku. Tubuhku ditelentangkan di meja ruang tamu dari batu granit hitam itu setelah sebelumnya dia singkirkan benda-benda diatasnya. Nafasku makin memburu ketika kontolnya menyetuh bibir vaginaku. “Cepet om, masukin dong, nggak tahan lagi nih!” pintaku sambil membuka pahaku lebih lebar seolah menantangnya. Karena mejanya pendek, si om harus menekuk lututnya setengah berjinjit untuk menusukkan kontolnya. Aku menjerit kecil ketika kepala kontolnya yang besar mulai membelah lubang memekku. Selanjutnya kami larut dalam birahi, aku mengerang sejadi-jadinya sambil menggelengkan kepala atau menggigit jariku. Kini dia berdiri tegak memegangi kedua pergelangan kakiku, sehingga pantatku terangkat dari meja. Tokedku terguncang-guncang mengikuti irama goyangannya yang kasar. Dalam waktu duapuluh menit saja aku sudah dibuatnya orgasme panjang sementara dia sendiri belum menunjukkan tanda-tanda akan keluar.
Sekarang dia merubah posisi dengan menurunkan setengah tubuhku dari meja, dibuatnya aku nungging dengan kedua lututku bertumpu di lantai, tetapi badan atasku masih di atas meja sehingga kedua tokedku tertekan di sana. Dia kembali menusukku, tapi kali ini dari belakang, posisi seperti ini membuat sodokannya terasa makin deras saja. Aku ikut menggoyangkan pantatku sehingga terdengar suara badan kami beradu yaitu bunyi plok.. plok.. tak beraturan yang bercampur baur dengan erangan kami. Tak lama kemudian aku kembali orgasme, tubuhku lemas sekali setelah sebelumnya mengejang hebat, keringatku sudah menetes-netes di meja. Namun sepertinya dia masih belum selesai, nampak dari kontolnya yang masih tegang.
Aku cuma diangkat dan dibaringkan di sofa, lumayan aku bisa beristirahat sebentar karena dia sendiri katanya kecapekan tapi masih belum keluar. Kami menghimpun kembali tenaga yang tercerai-berai. Dia kemudian menggendong tubuhku dan membawaku ke kolam. “Say, kita nyebur juga yuk, biar seger” ajaknya. Aku menganggukkan kepala menyetujuinya walaupun diluar sudah gelap, hanya diterangi lampu yang ada di saung sehingga cahaya hanya remang saja. diapun melangkah turun ke air, di sana tubuhku dia turunkan hingga terendam air. Hmm.. Rasanya dingin dan menyegarkan, sepertinya keletihanku agak terobati oleh air. Air kolam merendamku hingga dada ke atas, aku sandaran pada dinding kolam mengendurkan otot-ototku. Dia kembali menghampiri dan menghimpit tubuhku. Diciumnya aku dibibir sejenak lalu ciumannya merambat ke telinga dan leher sehingga aku menggeliat geli. Kontolnya kugenggam lalu kukocok di dalam air. Dia angkat satu kakiku dan mendekatkan kontolnya ke memekku. Dengan dibantu tanganku dan dorongan badannya, masuklah kont0l itu kembali ke memekku.
Air semakin beriak ketika dia memulai genjotannya yang berangsur-angsur tambah kencang. Kakiku yang satunya dia angkat sehingga tubuhku melayang di air dengan bersandar pada tepi kolam. Aku menengadahkan wajah menatap langit yang sudah gelap dan mengeluarkan desahan nikmat dari mulutku. Mulutnya melumat tokedku dan mengisapnya dengan gemas membuatku semakin tak karuan. Dia memang sungguh perkasa, padahal kan sebelumnya dia sudah membuat aku klojotan. Aku sudah mulai kecapekan karena sodokan-sodokan brutalnya. Gesekan-gesekan kontolnya dengan dinding memekku seperti menimbulkan getaran-getaran listrik yang membuatku gila. Mataku mebeliak-beliak keenakan hingga akhirnya aku klimaks lagi bersamaan dengan dia. Pejunya yang hangat mengalir mengisi memekku. “Say keluar nih aku. ngentotin kamu nikmat banget deh. Mem3k kamu peret abis sehingga kerasa banget empotannya.” “abis kontol om besar si. Sintia kan baru sekali ini ngerasain kont0l segede punya om, terang ja peret banget jadinya.” Setelah napas ngos2anku mereda, kami keluar kolam, aku diajak ke kamar. Karena cape, aku sbentar saja sudah terlelap diranjangnya yang besar, masi telbul tentunya.
Ketika aku terbangun, hari dah terang kayanya, sinar matahari kelihatan menembus gorden kamar. Si om masuk membawa nampan berisi toast, kopi dan creamernya serta gula. “Sarapannya ini aja ya say. Kamu tidur nyenyak sekali”. “Iya om, kan kemaren kerja keras ma om, baru sekali ini ada kont0l XL yang ngaduk-aduk memek Sintia sampe terkapar gini, bentar lagi maen lagi ya om”. “wah kamu hyper juga neh, makan dulu lah”. “Bukannya hyper om tapi memanfaatkan kesem0patan sebaik2nya”. Dia tertawa. Dia melapisi toast dengan mentega kemudian mengoleskan sele nanas buat aku. Kemudian dia menuangkan creamer kedalam kopi dan menambahkan sesendok teh gula, diaduknya dan diberikannya juga ke aku, “Kalo kurang manis tambah gulanya ndiri ya”.
“Sintia kan dah manis om, gak perlu gula lagi”. “Kamu bukan cuma manis, tapi nikmat banget Sin”. Kami berdua pun melahap semua yang dihidangkannya. “Dah kenyang om, skarang….” “Waktunya have fun”. Dia duduk selonjoran di ranjang dan mendekap aku yang duduk membelakanginya bersandar pada tubuhnya. Toked kiriku segera dipencet-pencet dan dimainkan pentilnya. Pahaku terbuka lebar dan dipangkalnya tangannya bermain-main diantara kerimbunan jembutku, mengelusi dan mengocok dengan jarinya. Tak ketinggalan bahu kiriku yang dicupangi olehnya. Aku hanya mendesah dengan ekspresi wajahku menunjukkan kepasrahan dan rasa nikmat. aku kemudian menelungkup diselangkangannya.
Akupun menggenggam kontolnya dan mulai memainkan lidahku, kuawali dengan menjilati hingga basah kepala kontolnya, lalu menciumi bagian batangnya hingga pelirnya. Kantong bola itu kuemut disertai mengocok batangnya dengan tanganku. Perlahan tapi pasti benda itu ereksi penuh karena teknik oralku. Dia menikmati sekali permainan lidahku, dia terus merem-melek dan mendesah tak henti-hentinya saat kontolnya kukulum dan kuhisap-hisap. Lama juga aku mengkaraokenya, sampai mulutku pegal.
Kemudian dia memagut bibirku yang kubalas dengan tak kalah hot, aku memainkan lidahku sambil tanganku memijat kontolnya. Aku berbaring telungkup diranjang, dia menaikiku lalu menciumku sembari mengelusi punggungku, aku mendesah merasakan rangsangan erotis itu. Ciumannya makin turun sampai ke pantatku, disapukannya lidahnya pada bongkahan yang putih sekal itu, diciumi, bahkan digigit sehingga aku menjerit kecil. Mulutnya turun ke bawah lagi, menciumi setiap jengkal kulit pahaku. Betis kananku dia tekuk, lalu dia emuti jari-jari kakiku. Beberapa saat kemudian dia menekuk paha kananku ke samping sehingga pahaku lebih terbuka. Aku mulai merasakan jari-jarinya menyentuh memekku, dua jari masuk ke liangnya, satu jari menggosok itilku. Rambutku dia sibakkan dan aku merasakan hembusan nafasnya terasa dekat wajahku. Leher dan tengukku digelikitik pakai lidahnya, juga telingaku, aku tertawa-tawa kecil sambil mendesah dibuatnya. Aku suka rangsangan dengan sensasi geli seperti ini.
Dia mengangkat pantatku ke atas, kutahan dengan lututku dan kupakai telapak tangan untuk menyangga tubuh bagian atasku. Sesaat kemudian aku merasakan benda tumpul menyeruak ke memekku. Aku terpejam menghayati moment-moment penetrasi itu. Aku tak kuasa menahan desahanku menerima hujaman-hujaman kontolnya ke dalam tubuhku. Sensasi yang tak terlukiskan terutama waktu dia memutar-mutar kontolnya dimemekku, rasanya seperti sedang dibor saja, aku tak rela kalau sensasi ini cepat-cepat berlalu, makannya aku selalu mendesah: “Terus.. Terus.. Jangan pernah stop!” Kocokannya padaku bertambah cepat dan kasar, otomatis eranganku pun tambah tak karuan, sesekali bahkan aku menjerit kalau sodokannya keras. Karena sudah tak bisa bertahan lagi, aku mengalami orgasme dahsyat, sementara dia tak mempedulikan kelelahanku, justru semakin gencar menyodokku.
Tanpa melepas kontolnya dia baringkan tubuhku menyamping dan menaikkan kaki kiriku ke pundaknya, dengan begini kontolnya menancap lebih dalam ke memekku. Selangakanganku yang sudah basah kuyup menimbulkan bunyi kecipak setiap menerima tusukan. Sambil terus menggenjot, dia menyorongkan kepalanya ke tokedku, pentilku ditangkap dengan mulut kemudian digigit dan ditarik-tarik, aku merintih dan meringis karena nyeri, namun juga merasa nikmat. Aku merasakan sebentar lagi giliran aku klimaks, dinding memekku makin berdenyut. “Ayoo.. om, terus.. Sintia sudah mau..!” desahku dengan nafas tersenggal-senggal. Tak lama kemudian aku merasakan tubuhku makin terbakar, aku menggeliat2. Desahan panjang menandakan orgasmeku bersamaan dengan mengucurnya cairan cintaku membasahi selangkanganku. Dia melepas kontolnya dan menurunkan kakiku, pejunya dikeluarkan di dadaku, setelah itu dia ratakan cairan kental itu ke seluruh tokedku hingga basah mengkilap. Belum habis rasa lelahku, dia sudah tempelkan kepala kontolnya di bibirku, menyuruh membersihkannya. Dengan sisa-sisa tenaga aku genggam benda itu dan menyapukan lidahku dengan lemas, kujilat bersih dan sisa-sisa pejunya kutelan saja.
Akhirnya kami pun terbaring bersebelahan, keringatku bercucuran dengan deras, dadaku naik-turun dengan cepat karena ngos-ngosan. “Napa gak dingecretin didalem om, kan lebi nikmat”. “Buat variasi ja say”. Selesai itu, kami bebenah. Terbayar deh rasanya blayku sekian lama, mulai hari ini aku gak akan jablay lagi karna ada tetangga perkasa yang bisa memuaskan aku yang selama ini ditelantarkan misua.

Pembantuku Ternyata ...

Sebelum menikah, hobi saya adalah menjelajah panti pijat. Sudah puluhan PP dan tak terhitung lagi WP yang sudah pernah saya rasakan. Tapi memang ada satu WP di dekat terminal bus kota S yang jadi langganan. Selain murah, menurutku dia lebih tulus dalam melayani. Setelah menikah, saya memutuskan untuk menghentikan semua kebiasaan itu. Semua no telp WP saya hapus dari memori HP. Nomor HP juga ganti. Saya sangat mencintai istri saya. Apalagi dia adalah wanita pujaan saya sejak SMP. Lama saya incar baru bisa ditaklukkan setelah saya berumur 27 tahun dan dia sudah menjadi janda. Reni, nama istriku, belum unya anak.
Suaminya meninggal karena kecelakaan pesawat. Begitu mendengar Reni menjada, saya langsung mendekat. Setahun lebih pendekatan, akhirnya Reni luluh. Hanya sebulan pacaran langsung saya ajak menikah. Sya berjanji pada diri sendiri tidak akan lagi ke PP atau bahkan lokalisasi. Stop semua. Tobat. Saya tidak masalah dia janda. Toh dia wanita yang saya cintai sejak lama dan saya sudah tidak perjaka. Sudah puluhan meki saya rasakan. Setahun pertama menikah saya menjalani hari-hari yang penuh kebahagiaan. Reni sangat bergairah di ranjang. Wajah dan tubuhnya sempurna bagiku. Tinggi 160 cm, berat 50 kg, rambut sebahu, berjilbab, dan dada 34 B. Hampir tiap hari kami melakukan hubungan suami istri (tentu kecuali saat menstruasi). Rasanya tak pernah bosan.
Oh ya, aku dan Reni sama-sama kerja. Aku kerja di perusahaan percetakan surat kabar. Sebagai manajer percetakan, saya bekerja sore hingga malam. Berangkat jam 17.00 dan pulang paling cepat jam 01.00 dini hari. Biasanya saya dan Reni melakukan pertempuran pada subuh. Atau kalau dia pulang kantor lebih cepat. Reni kerja di perusahaan periklanan. Biasanya dia pulang jam 16.00 dan sering pulang lebih awal.
Setahun menikah, Reni mengeluh takut kalau malam sendirian. Di ajuga capek mengurus rumah sendirian. Karena itu dia minta izin untuk mencari pembantu rumah tangga. Karena kasihan dan tak tega melihat istri tercinta, aku langsung setuju. ”Aku minta tolong tante Yayuk untuk mencarikan,” katanya. Tante Yayuk adalah adik dari ibunda Reni. Dia tinggal di Jombang dan menjadi langganan saudara-saudara untuk minta dicarikan pembantu.
Seminggu setelah itu, Tante Yayuk menelepon istriku. Katanya sudah dapat pembantu. Reni pun langsung semringah. ”Pembantunya sudah ada, besok datang,” kata Reni.Hari yang dinanti tiba. Saat itu hari Minggu. Reni sudah di teras menanti kedatangan pembantu baru kami. Aku melakukan rutinitas bersepeda setiap minggu dengan bapak-bapak di kompleks. Saat bersepeda, Reni telp. ”Mas, pembantunya sudah datang. Namanya Yenny. Anaknya bersih kok. Manis juga,” kata Reni. Aku tak begitu peduli dan menanggapi dengan biasa saja dan meneruskan bersepeda.
Saat tiba di rumah, aku langsung mandi dan kemudian istirahat di kamar. Tak sempat kenalan dengan pembantu baru. Hanya sejam aku tidur, Reni sudah menggangguku minta jatah. Kami pun bertempur sampai dua ronde. HAbis itu tidur lagi karena kecapekan.
Jam 13.00 Reni membangunkan aku untuk malan siang. Setelah salah duhur, aku menuju meja makan. Baru nasi putih yang tersaji. ”Lauknya masih di dapur. Bentar ya,” kata Reni lantas beranjak ke dapur. Aku menunggu di meja makan sambil baca koran. ”Ini teh hangatnya Pak.” Tiba-tiba ada suara perempuan, bukan istriku. Aku yakin itu pasti pembantu baruku. ”Oh ya,” kataku sambil terus membaca koran. Aku tidak melihat wajahnya. Dan dia pasti tidak melihat wajahku karena terhalang koran. Begitu juga saat dia membawakan lauk ke meja makan, aku juga tak melihat. Baru setelah istriku mengajak makan, koran kulipat dan kami pun makan.
Setelah makan, Reni ke dapur untuk membuatkan jus wortel kesukaanku. Selesai membuat jus wortel, Reni mendpaat telepon dari temannya. ”Yen, tolong jus-nya antar ke bapak. Aku terima telepon dulu,” kata Reni sambil berjalan ke kamar. Mungkin pembicaraannya agak privat. Aku sudah pindah duduk di depan TV. Kemudian langkah ringan perempuan mendekat. ”Ini jusnya Pak.” Aku menoleh ke arah suara itu. Duerrr mataku langsung terbelalak. Yenny juga tak kalah kaget. Jus di tangannya sampai tumpah sebagian. Aku kenal betul dengan pembantuku ini.
Dulu dia primadona di PP dekat terminal. Langgananku sewaktu masih membujang. Wajahnya manis, kulit sawo matang. Mungil tapi sekel. Bobbs-nya 32B. Ya sekelas Kiky kalau di BM. Dulu di PP namanya Rini. Aku cepat menguasai situasi. Ak pegang tangannya dan berbisik. ”Lupakan masa lalu kita. Jaga rahasia ya. Aku sudah tobat kok,” kataku sambil memberi kode jari telunjuk di bibir. ”Saya juga sudah tobat,” kata Yenny.
Hari itu aku tak konsen lagi nonton TV. Kalut rasanya. Bagaimana mungkin aku punya pembantu yang ternyata bekas WP langgananku. Dan konyolnyalagi, dia memakai kaus Twin Tower Kuala Lumpur yang dulu aku belikan sat dia aku ajak jalan-jalan ke Malaysia. Akhirnya aku memutuskan untuk cepat-cepat ke kantor menenagkan diri. Aku pamit ke istri dipanggil bos. Aku ingat, tiga tahun lalu aku bawa Rini alias Yenny ke hotel. Waktu itu dia bilang mau pulang kampung. Dia ingin bertobat. Sudah bosan jadi WP. Waktu mau pulang kampung, dia telepon dan aku transfer uang Rp 5 juta sebagai bekal. Siapa tahu bisa untuk modal usaha.
Senin pagi rutinitas terjadi seperti biasa. Aku menemani Reni sarapan. Yenny menyiapkan sarapan. Dia juga berlaku wajar, tidak terlihat canggung. Sehingga Reni tidak akan mengira kalau kami pernah kenal. Aku juga bersikap sok jaim kepadanya. Pagi itu aku antar Reni ke kantor. Setelah mengantar, aku tak langsung pulang. Aku ragu pulang karena ada Yenny di rumahku.
Baru jam 12.30 aku pulang ke rumah. Yenny sudah menyiapkan makan siang. Aku pun makan siang. Yenny aku ajak makan siang bersama. Sengaja aku lakukan karena aku ingin ngobrol. ”Kamu gimana ceritanya bisa sampai kerja di sini?” tanyaku. Yenny cerita, setelah pulang ke kampung dia mendaftar sebagai TKI di Malaysia. Tapi tidak kerasan. Apalagi dia punya anak di Jombang. Kangen sama anak terus. Akhirnya dia pulang. Tapi karena tabungan menipis, dia harus kerja lagi. Tp dia bertekad tak mau jadi WP lagi. Suatu ketika dia ketemu Tante Yayuk yang tak lain adalah tetangganya di desa. Sama Tanta Yayuk ditawari kerja jadi PRT dan Yenny lsg setuju.
Perjanjiannya dia bisa pulang sebulan sekali untuk menengok anaknya yang sudah kelas 1 SD. Siang itu aku bikin kesepakatn dengan Yenny untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas dilakukan. ”Kita sama-sama sudah tobat. Kita jaga sama-sama ya,” kataku. Yenny mengangguk. Masalah beres pikirku.
Tapi masalahnya, setiap pagi sampai sore saya hanya berdua dengan Yenny di rumah. Ibarat batu kalau terus ditetesi air akan tergerus juga. Dan karena sebelumnya sudah akrab, kami pun ngobrol santai ketika tidak ada istri di rumah. Lama-lama hasrat lama tumbuh. Apalagi belakangan Yenny sering hanya memakai celana pendek dan kaus u can see longgar kalau lagi kerja. Tapi kalau ada istriku, dia memakai baju panjang. Sepertinya dia sengaja menggodaku. Pernah aku peringatkan. Tapi hanya bertahan dua hari, kebiasaan memakai pakaian minim diulangi lagi. Malah kini dia tidak memakai pakaian dalam. Itu bisa kau pastikan karena u can see nya longgar jadi dari samping kadang-kadang terlihat buah dadanya. Putingnya juga terlihat menonjol. Trus di celananya tidak terlihat ada garus CD. Dugaanku dia tak pakai CD atau mungkin hanya pakai G string.
Tiap hari aku jadi memperhatikan Yenny. Kadang samai adik gw tegang. Kalau sudah gitu aku ke kamar untuk membuang hajat secara self service.Suatu hari, aku lihat Yenny mengepel lantai. Aku langsung horny dan masuk kamar. Kubukan semua bajuku dan aku sibuk mengocok rudal kesayanganku membayangkan Yenny. Lagi enak-enaknya, tiba-tiba pintu kamar terbuka. opps aku lupa mengunci pintu. Yenny sudah berdiri di depan pintu. ”Ngapain pakai onani segala, wong ada sasaran nganggurm” kata Yenny sambil tertawa genit.
”Kita kan sudah janji gak akan ada hubungan,” kataku. Yenny menghampiriku dan mendorong tubuhku yang bugil ke tempat tidur. Dia pun langsung melucuti pakainnya sendiri. Benar dugaanku. Dia tidak memakai pakain dalam. ”Sudah kupakan janji gombal itu. Ayo puasin aku,” kata Yenny. Dia langsung mencium bibirku. ”Yen yen katanya tobat,” aku mencoba mengingatkan. ”Gimana mau tobat kalau tiap subuh dengarerangan kamu sama istrimu. Aku dah lama gak ngentot tahu,” kata Yenny.
Sambil mencium bibirku dan leherku, tangan kanan Yenny sudah mengelus rudalku. Lalu perlahan bibirnya turun ke bawah. Lidahnya memutar di perut dan terus turun sampai ke penis. ”Hmmm masih seperti yang dulu. Lurus tegak, berotot dan keras. Siapa yang bisa melupakan rudal kayak gini,” kata Yenny. Dia pun mengulum perlahan, dia nikmati betul seperti anak kecil menikmati es krim. Aku sudah lupa dengan janji-janjiku untuk meninggalkan dunia perlendiran. ”Ah aku kan dulu janji gak ke PP atau lokalisasi lagi. Kalau di rumah kan gpp,” kataku dalam hati.
Puas di BJ Yenny, ganti aku yang menjilati mekinya. ”Tahu gak yang (dia mulai memanggiku dengan sayang seperti saat di PP dulu). Aku terakhir ngentot ya sama kamu di hotel itu,” kata Yenny. ”Massa sih?” kataku gak percaya. ”Demi Allah. Habis itu aku benar-benar berhenti,” katanya. 10 menit aku jilmek Yenny kelonjotan. Aku sudah hapal betul letak G-spot Yenny. Diapun mengalami orgasme.
Pertempuran dilanjutkan dengan WOT. Pelan-pelan dia jongkok, tangan kannnya memegang kontol ku untuk dimasukkan ke mekinya. Blessss pantatnya turun sampai kontol ku amblas. Lalu dia melakukan gerakannaik turun. Tangannaya kebelakang bertumpu pada pahaku. Sementara tanganku sibuk meremas tokednya. Kadang dia membungkuk. Dalam posisi WOT kami berciuman. Kalau dia capek menggenjot, gantian aku yang menggenjot dari bawah. ”’Ohhhhh augghhhh enak banget Yang….aku kangen kamu,” kata Yenny. ”Meki kamu juga enak Yen. Masih nyedot kayak vacum cleaner,” kataku.
Posisi berbalik. Tetap WOT tapi dia membelakangiku. Ini posisi favorit Yenny. Dengan posisi ini dia selalu orgasme. Katanya pakai gaya itu bisa pas di G-spotnya. Hanya lima menit di posisi itu, Yenny sudah O. ”’Ahhhhh yesss aku keluaarrrrrr,” teriak Yenny. Dia langsung bangkit dan mengulum kontol ku. Tak lama kau juga keluar croot-crotttt. ”Wah masih banyak, tadi pagi kan kamu main sama istrimu,” kata Yenny.
Setengah jam istirahat, kami melanjutkan ronde kedua. Kali ini memakai gaya doggy style kesukaanku dan diakhir dengan missionary. Habis itu kami tidur berpelukan di ranjang yang selama ini menjadi medan pertempuranku dengan istri. ”Makasih ya Yang…aku puas banget,” kata Yenny.
Setelah itu, ngeseks bersama Yenny, pembantuku menjadi rutinitas setiap hari. Tapi kami tak melakukannya di kamarku lagi. Takut kualat. Kami melakukan di kamar Yenny atau di ruang TV, ruang tamu. Kamar tamu, dapur, kamar mandi, atau di halaman belakang rumah di atas rumput beralas tikar. Istriku tak pernah curiga. Sebab kalau ada istriku, Yenny bersikap sangat wajar. Dia juga hormat kepada istriku. Pekerjaannya juga selalu beres. Tentu karena aku juga membantu mengepel atau membersihkan rumah. Bahkan istriku begitu sayang kepadanya.
Oleh istriku Yenny juga sering diajak pergi belanja dan dibelikan pakaian. Kalau pergi keluar, Yenny juga memakai kerudung seperti istriku. Sudah tiga tahun Yenny kerja di rumahku. Semua aman-aman saja. Kehidupan seks dengan istriku juga tetap berjalan lancar. Sampai istriku hamil dan melahirkan anak pertama kami. Yenny yang menjaga dan merawat anakku dengan penuh kasih sayang saat Reni kerja. Tapi aku dan Yenny tak mau bersetubuh di dekat my baby. Rasanya seperti punya dua istri yang akur. Oh ya, Reni pernah ingin punya baby sitter, tapi aku tolak. Aku bilang Yenny sudah bisa menghandle semua.

Fitri Tetanggaku

Semua berawal pada suatu ketika dimana aku dan istriku pindah ke sebuah rumah kost di sebuah kota besar, sebut saja kota X, dimana aku harus pindah ke kota itu karena tempat kerjaku menugaskan aku untuk menjadi kepala cabang di kantor yang baru. Kost yang kami tempati ini memang khusus untuk karyawan dan juga keluarga oleh sebab itu kost ini sangat lengkap mulai dari dapur hingga kamar mandi dalam semua ada.

Sudah sebulan kami tinggal disini, aku dan istriku sudah mulai terbiasa bergaul dengan para tetangga kost kami. “Pagi mas Ridwan. Berangkat kerja?” sapa seorang perempuan. Dia adalah istri tetangga kost kami yang bernama Susno, perempuan ini sendiri bernama Safitri.“Iya nih mbak. Mau bareng?” tanyaku kepada Safitri atau mbak Fitri begitu kami biasa menyapanya. Memang lokasi kerjanya berdekatan dengan kantorku.
Mbak Fitri lalu mengangguk tanda setuju, “Boleh mas. Tapi nggak apa-apa nih nebeng di mobilnya mas Ridwan? Ntar mbak Nia marah lagi.” Kata mbak Fitri kepadaku. Aku hanya tertawa karena saat itu Nia, istriku juga berada disampingku. Nia ikut tertawa mendengar candaan mbak Fitri.
Aku dan Nia memang pasangan baru. Kami baru menikah 1 tahun lalu dan belum dikaruniai seorang anak. Istriku Nia berusia 27 tahun, 2 tahun lebih muda dariku. Sementara itu pasangan Susno dan Safitri berusia sekitar 32 tahun dan 29 tahun. Jadi bisa dibilang mbak Fitri itu seumuran denganku.
Suaminya, Susno memang tidak bekerja karena sudah satu tahun ini dia di PHK, makluk sedang krisis ekonomi jadi banyak PHK dimana-mana. Dulunya dia bekerja di perusahaan plastik sementara istrinya bekerja sebagai pegawai perusahaan keuangan yang cukup terkenal di Indonesia walaupun dia hanya sebagai bawahan.
Sesampainya di kantor aku berpisah dengan mbak Fitri yang memang berjalan kaki dari kantorku menuju kantor tempat dia bekerja. Beberapa karyawan melirik kearah kami dan aku yakin mereka bertanya-tanya siapa sebenarnya perempuan yang dibawa atasannya itu. Aku sih tidak ambil pusing karena memang pada dasarnya Safitri memang cukup cantik walaupun tidak secantik istriku. Namun body nya memang lebih yahud dan berisi. Terutama buah dadanya yang sedari tadi kuperhatikan sekitar F-Cup jauh lebih besar dibandingkan istriku yang cuman C-Cup.
Ah ada apa dengan diriku ini? Kenapa aku malah kepikiran mengenai tubuh istri orang. Akhirnya aku masuk juga ke gedung kantorku sambil berusaha melepaskan pikiran mesum itu dari otakku.Hari demi hari berlalu dan aku sering sekali berangkat bareng dengan mbak Fitri, memang sih baik istriku maupun suami mbak Fitri tidak pernah cemburu atau keberatan. “Kasihan mbak Fitri mas kalau sendirian jalan.” Kata istriku saat aku bilang apa dia keberatan kalau aku berangkat bareng dengan mbak Fitri. Memang sih dari tempat kost kami untuk mencapai daerah tempat kerjaku harus jalan sekitar 100 meter menuju jalan besar yang kemudian harus naik angkot sebanyak dua kali agar bisa sampai ke daerah tujuan kami. Aku bisa membayangkan kalau Mbak Fitri berangkat kerja sebelum ada aku dulu seperti apa susahnya.
Pagi hari itu aku seperti biasa bersiap untuk ke kantor dan istriku membawakan aku bekal makan siang. Nia memang juru masak yang handal. Selama ini aku tidak menolak tiap kali dia membawakan bekal karena memang masakannya luar biasa enak, maklum setahun kursus masak waktu kuliah dulu.
“Mas, maaf udah nungguin lama yah? Habisnya mas Susno tadi rewel terus minta dilayanin sih. Maaf ya kalo kelamaan nunggunya.” Kata mbak Fitri ramah. Aku kaget juga melihat penampilan mbak Fitri kali ini. Memang dia mengenakan pakaian kerja tetapi rok nya kulihat lebih pendek dari biasanya begitu juga dengan kerah bajunya seperti lebih lebar dan terkesan lebih turun.Mbak Fitri lalu mengenakan sepatunya dengan posisi setengah menungging. Aku yang saat itu sedang berdiri didepannya, kontan saja melihat pemandangan aduhai dari depan. Sepasang payudara mbak Fitri seperti menggelantung seolah ingin melepaskan dirinya dari bra warna ungu yang membungkusnya. Besar dan bentuknya indah sekali, batinku dalam hati.
Mas Susno benar-benar beruntung memiliki istri seperti mbak Safitri. Sudah cantik, bodynya bagus, dadanya juga besar, pastilah hebat saat bermain diranjang. Sesaat aku membandingkan dengan istriku. Penyesalan muncul dibenakku. Akh, lelaki macam apa aku ini, membayangkan istri orang lain sementara aku sendiri sudah beristri dan istrikupun juga selalu setia terhadapku.
Bahkan akhir-akhir ini setidaknya seminggu belakangan ini istriku terasa lebih hangat dari sebelumnya. Kami menjadi seperti pasangan suami istri baru lagi. Tadi malam saja dia minta untuk bercinta sampai dua kali padahal sebelumnya paling tiga atau empat hari sekali. Entah apa yang mempengaruhi hasrat seksualnya sekarang ini.
“Wah kok macet ya? Padahal kalau lewat jalan ini nggak macet tuh jam segini.” Celetukku pelan. Mbak Fitri tersenyum terus meneruskan membaca buku laporan keuangan yang dia pegang. Sesekali aku melirik kearah pahanya yang tersingkap karena mobilku ini memang tempat duduknya cukup rendah jadi aku bisa melihat paha mulus mbak Fitri dengan jelas.
“Eh mas. Sepertinya ada demo deh disana? Waduh bakalan telat kalo gini.” Mbak Fitri kelihatan mulai khawatir. Memang benar ada demo di persimpangan jalan didepan kami. Entah apa topik demonya karena aku juga tidak begitu peduli lagi, yang kupedulikan hanyalah pekerjaanku di kantor dan kesempatan lirik-lirik paha mbak Fitri. Lumayan buat selingan, batinku. Habis sudah rasa penyesalanku tadi.Untungnya kami sampai kantor tepat pada waktunya. Kali ini sampai di kantor ada kejutan yaitu temanku waktu kuliah dulu yang sekarang bekerja sebagai manager sebuah perusahaan kimia swasta berkunjung.
“Wah, Rid, sekarang kamu udah sukses ya. Sudah jadi pimpinan cabang sekarang. Hahaha…” seloroh sobatku yang satu ini. Aku hanya membalasnya ringan, aku memang bukan tipe orang yang suka memamerkan prestasi sih.“Eh, cewek yang tadi bareng sama kamu itu siapa sih? Kece juga tuh cewek. Bodynya keren dan wajahnya juga mantap punya tuh. Siapa sih? Kenalin donk!” goda Iwan temanku ini.
Aku hanya tersenyum simpul saja tapi dia malah semakin penasaran dan membombardirku dengan berbagai pertanyaan susulan. “OK, OK, gua jawab. Dia tuh tetangga kost gua. Dia tinggal di kamar sebelah kamar kost gua. Lagian dia kerja didekat sini maka dari itu gua anterin dia kesini barengan ma gua. And sekedar informasi, dia udah punya suami bro.” kataku menjelaskan daripada nanti di berondong pertanyaan lagi.
“Heh? Emangnya istrimu nggak cemburu tuh? Kalian khan pasangan muda, biasanya istri suka cemburu kalau suaminya bareng cewek lain yang cantik. Khan bawaan dari masa pacaran masih ada hahaha…” Iwan kembali menggodaku sambil melihat-lihat foto-foto di dinding ruang kantorku.Aku hanya menghela nafas saja, “Istriku nggak seperti itu lagi. Dia orangnya kagak pencemburu. Dia juga yang nyuruh gua buat nganterin mbak Fitri dari pada ntar dia jalan sendiri khan kasihan.” Kataku padanya.
Iwan tertawa lagi, “Wah boleh juga tuh. Kalo ntar aku punya istri aku pengin kaya istrimu tuh, orangnya nggak cemburuan. Nggak kaya pacarku sekarang ini, cemburuannya minta ampun. Tiap jam telepon terus kalau nggak ya sms. Dikira aku pembantunya apa yah…” selorohnya sambil tertawa. Memang sih pacar Iwan pencemburu berat padahal sudah pacaran selama 3 tahun lebih.
“Tapi Rid…” Iwan menimpali lagi, “Memangnya kamu nggak ada rasa tertarik sama mbak Fitri itu? Dia cantik lho dan seksi lagi. Bayangin aja kalau kamu di ranjang dilayanin dia sama istrimu…pasti seru tuh…hahahaha….threesome gitu.” Katanya lagi.Aku memang tidak kaget dengar ucapan itu dari Iwan karena sejak waktu kuliah dulu memang mulutnya sering mengeluarkan ucapan-ucapan seronok apa adanya. Dia paling gemar berbicara soal seks walaupun tidak pernah berhubungan seks dengan perempuan manapun selama ini.
“Halah…lo ini ngomong apaan sih. Mana mau istri gua diajakin threesome. Dia orangnya konvensional kok.” Kataku pada Iwan. Memang selama ini istriku selalu konvensional dalam bermain cinta. Selama satu tahun ini kami hanya bermain cinta menggunakan gaya-gaya yang itu-itu saja. Kecuali dua hari terakhir ini dimana kami berdua menggunakan gaya baru sama sekali dalam bercinta dan memang efeknya dahsyat. Aku sendiri tidak tahu dari mana dia mendapatkan gaya tersebut.
Sesiang ini aku memikirkan ucapan sahabatku itu. Threesome, sepertinya menarik tapi mana mau istriku melakukannya. Lagipula mana mau mbak Fitri melakukannya karena didekat kami juga terdapat suaminya. Tentu saja resiko sangat tinggi jika suaminya sampai tahu mengenai hal ini.Sore harinya aku mendapat kejutan keduaku. Mbak Fitri datang berkunjung ke kantorku. Memang kala itu kantorku sudah tutup dan tinggal aku bersama dengan dua orang satpam diluar dan dua orang petugas cleaning service.
“Lho, mbak Fitri belum pulang? Ini khan sudah jam 5 sore. Bukannya mbak Fitri selesai kerja jam 4 tadi?” kataku sambil mempersilakan perempuan cantik ini masuk kantor kerjaku.Mbak Fitri tersenyum manis, “Iya nih mas. Tadi saya telat pulang karena pembukuan akhir bulan masih menumpuk lalu saya kerjain aja sekalian biar besok lebih senggang waktunya. Kirain mas Ridwan belum selesai kerjanya ternyata sudah ya…”
“Akh, ini mbak, biasa tender dengan klien sudah selesai dan rapatnya diundur tiga hari lagi karena klien yang satunya berhalangan hadir. Sebenarnya sih jadwalnya pulang jam 6 nanti tapi kalau sudah tidak ada yang dikerjakan ya mau apalagi.” Kataku menjelaskan. Memang para karyawan sudah pulang sejak jam 4 tadi sementara aku tetap disini karena menghindari macet dan biasa mulai pulang jam 7 atau setengah 7 untuk menghindari kemacetan.
“Ohh gitu. Kirain sedang ada apa. Wah berarti saya mujur dong karena nggak ketinggalan hehehe…” kata mbak Fitri bercanda. Dalam hatiku sih aku senang-senang saja malam ini dia pulang bareng denganku karena malam ini dia pakai pakaian yang sangat seksi. Kenapa harus dilewatkan, iya khan?
Kami lalu ngobrol berdua di ruangan kantorku sambil minum sereal hangat yang kubuat. Sesekali mbak Fitri mengalihkan silangan kakinya dari kiri ke kanan saat itulah aku bisa melihat jelas celana dalam mbak Fitri karena kami duduk berhadap-hadapan. Pahanya yang mulus putih itu semakin lama membuatku semakin tak kuasa menahan rasa ingin memeluknya dan mencumbu perempuan cantik ini dan mengabaikan kalau dia ini istri orang lain.
Jam sudah menunjukkan pukul 6 malam. Masih tersisa waktu setengah jam lagi untuk kami berduaan. Serasa hatiku ini tidak rela untuk pulang dan ingin berlama-lama dengan wanita didepanku ini. Aku tahu ini salah tetapi hasrat sebagai seorang lelaki membuatku tak dapat berpikir jernih.
“Mas, gimana kalau sambil menunggu jam tujuh kita makan dulu. Didepan kantor ada warung makan yang enak.” Usul mbak Fitri kepadaku. Aku sih setuju-setuju saja. Lagipula perutku juga sudah mulai lapar. Padahal biasanya aku betah-betahin untuk menahan lapar sehingga sampai dirumah nanti bisa makan masakan istriku. Tetapi kali ini berbeda.Jadi juga akhirnya kami berdua makan di warung makan itu. Walaupun tidak begitu besar tetapi bersih dan masakannya juga enak walaupun tidak seenak masakan istriku tentunya.
“Sudah jam 7 kurang 15 menit. Kita masuk mobil saja dulu sepertinya jalanan sudah mulai longgar tuh.” Kataku pada Mbak Fitri. Perempuan ini mengangguk setuju dan akhirnya kami masuk ke mobil sedanku.Sebuah peristiwa tak terduga terjadi secara tak sengaja. Mbak Fitri tersandung saat akan masuk kedalam mobil. Tubuhnya terhempas kedepan dan menindih aku yang sudah duduk di kursi. Untung saja kepalanya tidak terantuk setir mobilku. Namun yang membuatku gugup adalah kepalanya pas sekali ambruk di atas selangkanganku. Tanganku juga tak sengaja tertindih payudaranya yang besar itu.
Entah apa yang merasukiku, tanganku tanpa dapat kukendalikan lagi meremas payudara perempuan ini. Mbak Fitri melenguh pelan lalu bangkit dari terpuruknya. Wajahnya memerah sepertinya menahan malu. Aku sendiri juga malu setelah sadar kalau batang kemaluanku ternyata sudah tegang saat wajah mbak Fitri tanpa sengaja menyentuh selangkanganku ini.
Kami berdua terdiam cukup lama di dalam mobil ini. Aku mencoba membuka percakapan dan saat itulah kami bertatapan muka. Pandangan kami beradu cukup lama. Entah apa yang mempengaruhiku, aku mulai berani mendekatkan wajahku kepadanya. Sesaat kemudian bibir kami saling bersentuhan. Setan apa yang mendorongku aku sendiri juga tidak tahu. Yang jelas selang beberapa detik saja kami sudah saling melumat bibir satu sama lain. Mobil itu menjadi saksi betapa panasnya ciuman kami berdua, diluar dugaan Mbak Fitri sangat mahir dalam berciuman. Dia juga tidak sungkan ketika aku menggunakan lidahku dalam berciuman.
Tidak cukup hanya itu, tanganku sudah mulai meraba payudara Mbak Fitri lagi yang saat itu masih berbalutkan pakaian kerja. Aku copot jas kerjanya lalu satu demi satu kancing kemeja Mbak Fitri aku lepaskan hingga sekarang tinggal bra warna krem-lah yang menjadi penghalang mataku dengan payudara indah wanita cantik ini.Remasan-remasan tanganku sepertinya sudah berhasil membangkitkan gairah terpendam milik Mbak Fitri. Dia semakin liar saja. Bahkan tangannya sudah berani mengusup kedalam celana panjangku dan hanya butuh waktu beberapa detik saja sebelum akhirnya dia berhasil menemukan batang penisku yang memang bukan hanya sudah tegang tetapi sudah basah. Mbak Fitri tersenyum begitu tahu kalau aku juga terangsang berat. Lalu dia merebahkan kursinya dan mencopot bra yang dia pakai sehingga aku bisa dengan leluasa menikmati pemandangan indah tersebut.
Buah dada Mbak Fitri memang benar-benar besar. Sesuai dengan dugaanku yaitu F-Cup. Aku tak sabar ingin meremas dan menciumi payudara indah tersebut beserta puting susunya yang sudah tegang menantang itu. Sesekali tubuh Mbak Fitri membusung tiap kali aku menghisap puting susunya yang mancung itu.Tanganku meraba vagina wanita cantik ini dan ternyata celana dalamnya sudah basah sekali. Tanpa pikir panjang segera ku singkap rok mininya itu sehingga tersingkap keatas lalu kutarik celana dalamnya hingga lepas. Sekarang bukan cuma payudara Mbak Fitri yang terlihat jelas tetapi juga vaginanya dapat jelas kulihat.
Perempuan ini masih sedikit malu-malu ketika aku berhasil melucuti celana dalamnya. Sebelah tangannya berusaha untuk menutupi vaginanya yang tercukup rapi itu. Namun aku tak ambil pusing, jemariku segera bekerja disana. Jari telunjuk dan jari kelingkingku membuka bibir vagina Mbak Fitri yang sudah basah itu sementara jaru tengan dan jari manisku kuarahkan kedalam vaginanya. Dengan gerakan menusuk-nusuk membuat mbak Fitri semakin kalang kabut dibuatnya. Desahan demi desahan tak terhindarkan lagi keluar dari mulutnya.
“Akhh..Mas..jangan disitu…akhhh…” desahnya lagi saat jemariku berkarya di liang kewanitaannya. Cairan pelumas segera kembali meluber membasahi bibir vagina wanita cantik ini. Memang soal permainan jari aku sudah ahli. Istriku saja sampai kubuat orgasme dengan jari saja.
Klitorisnya mulai menegang dan tanda dia akan orgasme semakin dekat saja. Beberapa menit kemudian berkat permainan jemariku di vaginanya ditambah dengan cumbuan tangan dan bibir beserta lidahku di sepasang payudaranya, Mbak Fitri mencapai klimaksnya. Dia mendesah cukup keras sambil menahan jeritan nikmat. Bibir bawahnya dia gigit sendiri menahan sensasi kenikmatan yang meluap dari dalam dirinya. Tubuhnya mengejang sesaat lalu setengah menit kemudian dia lemas.
Peluh membasahi tubuh seksi dan montok wanita ini. Mbak Fitri akhirnya mencapai klimaksnya hanya dengan petting saja. Aku tersenyum melihatnya terduduk lemas di bangku mobilku yang sudah disandarkan.“Mbak Fitri benar-benar hebat. Mas Susno beruntung punya istri secantik dan seseksi mbak Fitri.” Pujiku. “Aku sebenarnya sudah lama suka dengan mbak Fitri hanya saja selalu kutahan, sekarang aku sudah puas bisa bermesraan dengan wanita secantik mbak ini.” Pujiku lagi.
Wajah mbak Fitri memerah entah karena pergumulan tadi atau karena menahan malu karena sudah menyerahnya separuh dirinya padaku padahal dia punya seorang suami yang menunggunya dirumah.“Mas Ridwan ini memujinya kok tinggi banget sih? Ntar aku jadi ke ge-er-an lho. Lagian mas Ridwan khan juga punya istri cantik. Pasti mbak Nia juga setiap malam merasakan keahlian tangan mas Ridwan ini, beruntungnya mbak Nia ya…” ujar Mbak Fitri. Aku tersanjung dibuatnya karena dia mengakui kehebatan jemariku ini. Belum sempat aku bicara tiba-tiba tangan Mbak Fitri menyentuh penisku lalu dengan cekatan dia mengocoknya perlahan.

Batang kejantananku yang sebelumnya sudah setengah tiang sekarang kembali perkasa hanya dengan sedikit sentuhan dan rangsangan dari Mbak Fitri. Lalu tanpa kuduga Mbak Fitri mengarahkan bibirnya ke ujung penisku dan menciumnya perlahan lalu lidahnya bermain di ujung penisku itu dan pada akhirnya seluruh batang kemaluanku itu dilumatnya masuk kedalam mulut wanita cantik ini.
Rasanya bagaikan di awang-awang. Disertai dengan rangsangan tangannya pada buah zakarku, mulut Mbak Fitri maju mundur seolah mengocok penisku sembari dari dalam, lidahnya tak henti-hentinya melumat batang kemaluanku ini.“Mbak Fitri…akhhh…” desahku menahan rasa nikmat. Tak butuh waktu lama sampai akhirnya aku merasa akan mencapai klimaks. Lalu Mbak Fitri mencabut penisku dari mulutnya begitu dia tahu kalau aku sudah nyari ejakulasi. Aku lalu mengarahkan penisku ke belahan payudaranya. Mbak Fitri lalu menggunakan himpitan sepasang payudaranya untuk mengocok batang penisku ini.
“Keluarin aja semua mas. Aku pengen mas Ridwan juga merasakan nikmat seperti yang aku rasakan tadi.” Kata Mbak Fitri sambil sesekali menjilati ujung kemaluanku.“Akhh..mbak…aku keluar…akhhh…” racauku sambil kedua tanganku menekan pundak Mbak Fitri. Batang kemaluanku berdenyut sangat cepat lalu cairan putih kental menyembur membasahi sepasang buah dada wanita cantik ini bahkan beberapa sempat menyemprot kearah wajah Mbak Fitri.
“Maaf mbak. Tadi nggak sempet aku kontrol. Wajah mbak jadi kotor deh.” Kataku meminta maaf.Mbak Fitri hanya tersenyum sambil membersihkan wajahnya dengan tissue sementara aku membantu membersihkan payudaranya dengan tissue juga. “Nggak apa-apa kok. Kalau mas Susno sering nakal sih menyemprotkan didalam mulut tanpa bilang-bilang padahal saya nggak suka dengan rasanya, jadi pengen muntah mas.” Sahutnya pelan.
“Mungkin karena belum biasa aja kali mbak.” Kataku. Padahal istriku sendiri juga tidak pernah mau menelan spermaku. Dia selalu marah-marah ketika aku tanpa sengaja atau sengaja menyemprotkan cairan maniku kedalam mulutnya ketika melakukan oral seks. Akibatnya dia sering kali menolak melakukan oral seks tersebut.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Kami lalu merapikan diri dan bergegas pulang. Sepanjang perjalanan aku tak henti-hentinya meraba-raba payudara Mbak Fitri yang sudah terbungkus oleh bra itu. Wanita cantik itu hanya tersenyum melihat ulahku. Dia sempat membalas dengan meraba dan mengocok kembali penisku namun karena aku nyaris kehilangan kendali atas setir mobilku maka niatan itu dia hentikan.
Sesampainya dirumah, Mbak Fitri langsung masuk kamarnya sementara aku sudah ditunggu istriku. “Mas, kok baru pulang? Macet ya?” tanya istriku, aku hanya mengiyakan saja. Seandainya dia tahu kalau aku habis petting habis-habisan dengan Mbak Fitri entah apa yang akan dia lakukan. Malam itu istriku tumben tidak meminta jatah malamnya. Tapi bagiku tidak masalah karena aku sudah mendapatkan dari Mbak Fitri walaupun hanya sebatas blow job saja.
Dua hari kemudian, tepat akhir pekan, pekerjaanku sepertinya sudah selesai semua dan aku mempunyai waktu luang cukup banyak. Semua laporan dan pembukuan sudah ditangani dan sejak jam 12 siang aku sudah bebas dari pekerjaan. Sebenarnya aku bisa saja pulang namun aku iseng ingin kembali mengulang kebersamaanku dengan mbak Fitri tempo hari.Iseng-iseng aku telepon Mbak Fitri lewat telepon kantorku dan dia menyahutnya. Ternyata Mbak Fitri juga sedang senggang. Lalu kami makan siang berdua.
“Wah kebetulan mas, saya juga sedang nggak ada kerjaan. Maklum selama dua hari terakhir ini selalu lembur jadi semua laporan sudah selesai. Mas sendiri habis ini mau kemana?” tanya Mbak Fitri diselang makan siang kami.“Hmmm, nggak tahu yah. Tapi kalau Mbak Fitri memang udah nggak ada kerjaan gimana kalau kita keluar aja. Kebetulan tadi ada selebaran promo mengenai tempat karaoke yang baru. Tempatnya nggak begitu jauh dari sini dan katanya sih lumayan eksklusif gitu.” Ajakku. Dalam hati aku berharap agar dia setuju.
Mbak Fitri menghabiskan minumannya lalu beranjak berdiri. “Boleh juga tuh mas. Ayo! Lagi pula dari pada bengong di kantor.” Dia setuju dan dengan hati gembira penuh pengharapan aku melajukan mobilku kearah tempat tujuan kami.Ternyata tempat karaoke itu benar-benar eksklusif, jadi wajar saja kalau promonya juga besar-besaran di perkantoran. Aku lalu memesan kamar untuk kami berdua selama dua jam. Pelayan disana lalu menyajikan menu minuman dan makanan ringan untuk teman karaoke kami. Setelah selesai administrasinya kami langsung menuju ke kamar yang di maksud.
“Wah, gede juga yah. Ini sih bisa untuk delapan sampai sepuluh orang mas.” Kata Mbak Fitri kepadaku. Memang sih kamarnya cukup besar dengan televisi LCD ukran 30 Inchi dan sound lengkap. Sofanya yang besar juga empuk bahkan pas buat tidur sekalipun….tidur? Ya, pikiran itu terbersit di otakku baru saja.
Selama lima belas menit pertama kami hanya berkaraoke berdua sambil sesekali menenggak minuman dalam botol. Aku tahu minuman itu mengandung alcohol sekitar 5% namun Mbak Fitri sepertinya tidak sadar dan menganggap kalau muniman itu hanyalah soft drink biasa.Setelah hampir dua botol minuman itu habis kami tenggak, aku mulai melihat Mbak Fitri sudah mulai tipsy walaupun belum sepenuhnya mabuk. Bicaranya mulai sedikit ngelantur. Aku mempergunakannya untuk mendekatinya. Sengaja aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya dan sesuai dugaanku tak butuh waktu lama untuk akhirnya kami berdua berciuman dengan mesra atau lebih tepatnya dengan panas.
Nafsu sudah sampai diujung kepala dan tak tertahankan lagi. Baik aku maupun Mbak Fitri masing-masing saling melucuti baju pasangannya. Sejak awal memang aku sudah mengunci pintu kamar ini sehingga aku sudah bebas kekhawatiran jika ada orang masuk.Sekarang dihadapanku adalah Mbak Fitri yang sudah bugil total. Dia tidak mengenakan sehelai benangpun ditubuhnya begitu juga denganku. Kami lalu berpagutan mulut kembali. Lidah kami berdua saling melilit dan menjilat satu sama lain sementara kedua tangan kami bergerilya ke area rawan pasangan masing-masing. Tangan Mbak Fitri mulai mengocok penisku sementara tangan yang satunya mengelus dadaku yang bidang ini. Sementara itu dia membiarkan kedua payudaranya aku mainkan malah dengan tangannya dia mengarahkan sebelah tanganku yang satu lagi untuk menstimulsi vaginanya yang sangat basah itu.
Kembali Mbak Fitri merasakan kenikmatan permainan tanganku yang memang pernah membuatnya orgasme dua hari lalu. Sekarang tidak ada lagi bunyi orang bernyanyi yang ada hanya bunyi desahan kami berdua yang sedang berpacu dengan kenikmatan.Aku lalu merebahkan tubuh Mbak Fitri ke sofa yang lebar itu lalu mengangkat kedua tungkai kakinya dan menyandarkan kedua tungkai kakinya tersebut ke pundakku.
Perlahan aku mengarahkan penisku kearah vagina Mbak Fitri namun Mbak Fitri sepertinya sadar hal tersebut dan dengan kedua tangannya berusaha untuk menutupi vaginanya agar aku tidak bisa penetrasi. “Mas Ridwan, jangan! Aku masih belum siap. Aku nggak mau mengkhianati mas Susno lebih dari ini.” Ujar Mbak Fitri sambil berusaha mencegahku.
Namun nafsuku sudah sampai di ubun-ubun membuatku tidak peduli lagi. Aku lalu menindih tubuhnya sambil kedua tanganku menarik tangannya keatas kepala Mbak Fitri dan mencekalnya supaya tidak berontak lagi sambil bibirku terus menjelajah bibir, leher dan payudara wanita cantik ini.Akhirnya Mbak Fitri kehabisan tenaga untuk melawan, mungkin juga karena dia sudah tipsy sebelumnya. Wanita cantik itu hanya menyerah begitu saja ketika ujung penisku mulai menyentuh bibir vaginanya yang merah merekah itu.Dengan sedikit dorongan akhirnya kepala penisku masuk juga kedalam liang senggamanya diiringi dengan desahan yang keluar dari mulut perempuan seksi ini. “Mas Ridwan…akhhh…” desahnya sambil memalingkan mukanya kesamping mungkin Mbak Fitri malu karena penisku sekarang sudah menjebol batas kesetiaannya kepada suaminya. Sekarang penis pria yang bersarang di vaginanya bukanlah milik suaminya melainkan milik orang lain.
“Mbak Fitri, ternyata vagina mbak Fitri masih sempit ya. Mas Susno pasti senang tiap hari dapat jatah dari Mbak Fitri.” Ujarku dan Mbak Fitri semakin malu dibuatnya. Wajahnya memerah dan tak ada satu patah katapun terucap dari bibir manisnya itu.“Akhhh…pelan mas…” ujar Mbak Fitri ketika aku mulai kembali mendorong masuk batang penisku yang tersisa. Apa mungkin penisku ini lebih besar dari milik Mas Susno atau memang vagina Mbak Fitri yang memang sempit. Perlahan tapi pasti akhirnya aku berhasil melesakkan seluruh bagian penisku kedalam vagina Mbak Fitri.
Pelan-pelan aku mulai menyodok-nyodok penisku yang bersarang di liang kewanitaan perempuan cantik ini. Sekarang Mbak Fitri seolah tergolek tak berdaya di depanku. Aku menindihnya dengan nafsu yang terus bertambah. Pompaanku yang semula pelan sekarang sudah mulai cepat. Entah berapa kali pompaanku berhasil membuat ujung penisku menyodok dinding rahim Mbak Fitri.
“Akhh..mas..pelan-pelan!” ucap Mbak Fitri lirih diiringi desahan suaranya. Suara seksi desahan yang keluar dari mulut wanita ini bercampur dengan bunyi kecipak cairan kedua kemaluan kami yang saling beradu. Suara khas orang bercinta ini memenuhi seluruh ruangan. Untungnya ruangan ini kedap suara karena jika tidak maka bisa terdengar diluar sana.
Aku mengangkat tubuh Mbak Fitri hingga kami sekarang duduk berhadap-hadapan sementara tubuhnya aku pangku dengan pahaku. Aku tak henti-hentinya mengangkat-angkat pantatnya agar penisku tetap bisa memompa vagina Mbak Fitri sambil sesekali menggoyangnya kekiri dan kekanan sehingga ujung penisku ini bisa menelusuri dinding liang senggama istri Mas Susno ini. Namun tak butuh waktu lama sampai Mbak Fitri mulai terhanyut dalam permainanku dan dia dengan sukarela menaik turunkan selangkangannya sendiri sehingga sekarang aku tinggal menikmati pelayanan Mbak Fitri ini.
Dengan gaya women on top perempuan ini semakin beringas saja. Aku bisa melihat payudaranya bergoyang kesana kemari karena ukurannya yang besar sehingga menjadikan pemandangan seksi sekali bagiku karena milik istriku tidak sampai sehebat itu berguncangnya.Sambil tanganku meremas-remas buah dadanya aku ikut membombardir vagina Mbak Fitri dari bawah. Cairan kemaluan keluar deras dari vagina Mbak Fitri disertai tubuhnya yang mengejang. Ternyata Mbak Fitri sudah mencapai klimaksnya kali ini.
Namun aku masih belum puas, lalu aku kembali menindih wanita cantik ini dan kembali menumpangkan kedua tungkai kakinya di bahuku dan menindih tubuh seksinya itu sehingga lutut Mbak Fitri sekarang menyentuh buah dadanya sendiri. Lalu dengan tak kalah beringas aku memompa penisku didalam vaginanya dengan cepat hingga beberapa menit kemudian aku merasakan penisku mulai berkedut keras dan akhirnya menyemburkan cairan putih kental di dalam rahim Mbak Fitri.
Tak ada nada protes dari mulut Mbak Fitri walaupun kala itu dia tahu kalau didalam rahimnya telah penuh cairan spermaku. Beberapa bahkan mengalir keluar lewat bibir vaginanya. Tak ada pikiran takut akan resiko hamilnya Mbak Fitri nanti. Kami berdua hanya memikirkan kepuasan hasrat kami saja.Sepuluh menit kemudian kami lalu merapikan diri dan menyudahi acara karaoke ini walaupun baru satu jam kurang lebih kami menggunakan ruangan tersebut. Setelah menyelesaikan urusan administrasi kami segera cabut dari tempat itu dan pulang kerumah. Hanya ada diam selama di dalam mobil yang melaju kala itu.
Mbak Fitri terdiam begitu juga dengan aku. Mungkin Mbak Fitri menyesali semua keputusannya yang menyerahkan kesetiaan cintanya akan sang suami dengan hasrat seksualnya denganku. Aku sendiri diam karena bingung harus ngomong apa dengannya.Sesampainya dirumah kost, sepertinya rumah masih sepi dan seluruh penghuni kost tidak ada dirumah. Maklumlah karena semua penghuni kost merupakan karyawan dan jika ada pasangan suami istri tinggal disana juga adalah pasangan muda yang baik lelaki maupun perempuannya bekerja dan pulang biasanya jam 5 sore atau malam malahan.
Berarti tinggal ada istriku Nia dan suami Mbak Fitri, batinku dalam hati. Ketika kami berdua melangkah dan mendekati kamar kami yang bersebelahan, aku mendengar suara rintihan dan desahan dari kamar Mas Susno dan Mbak Fitri. Sepertinya Mbak Fitri juga mengetahui hal tersebut dan memintaku agar berjalan perlahan.Bagaikan maling yang mengincar barang berharga, kami berdua mengendap-endap mendekati jendela kamar Mbak Fitri. Karena jendela bagian depan kamar tertutup rapat maka kami memutuskan untuk mengintip dari bagian belakang. Bagian belakang kamar mereka memang terdapat lubang kecil dengan ukuran sekitar 30cm-40cm yang dulu merupakan bekas exhause fan namun sekarang hanya tinggal lubangnya saja.
Semakin dekat dengan lubang itu aku semakin mendengar jelas desahan yang keluar dari kamar itu. Itu jelas-jelas desahan seorang wanita tetapi siapa?Semakin dekat aku semakin jelas dan tiba-tiba terbersit dalam benakku kalau desahan dan rintihan wanita itu seperti milik istriku, Nia. Desahan tersebut sangat mirip sekali dan begitu aku mengintip lewat lubang tersebut benar saja aku kaget bukan kepalang.Aku melihat Nia, istriku sedang disetubuhi oleh Mas Susno. Keduanya sudah dalam keadaan telanjang. Suara televisi yang di nyalakan tidak dapat mengelabui suara desahan yang keluar dari mulut mereka berdua. Mereka sedang bercinta.
Istriku dengan posisi merangkak sedang Mas Susno dibelakangnya terus membombardir vagina istriku dengan sodokan-sodokan penisnya. Tubuh istriku yang langsing dan putih mulus berkebalikan dengan tubuh Mas Susno yang cokelat kehitaman dan sedikit gemuk.Mbak Fitri menahan rasa terkejutnya melihat suaminya bermain cinta dengan wanita lain. “Akhh…mas Susno…terusss…masss..” desah istriku. Aku tak percaya istriku meminta Mas Susno agar terus menyetubuhinya.
“Enak ya dik dientotin sama mas Susno? Kalau sampai Mas Ridwan tahu gimana coba…hehe…” ujar Mas Susno sambil menyodok vagina istriku dengan keras.Istriku menjerit kecil, “Akhh…nggak apa-apa. Mas Ridwan juga jarang dirumah pulang baru…akhhh…nanti malam…” ujarnya kemudian keduanya berciuman hangat.Brak!!! Keduanya kaget ketika pintu dibuka oleh Mbak Fitri. Memang Mbak Fitri mempunyai kunci duplikat untuk jaga-jaga seandainya dia pulang pas Mas Susno sedang pergi.Keduanya kelimpungan mencari kain untuk menutupi tubuh mereka yang telanjang. Namun selimut yang diraih Mas Susno sudah buru-buru di serobot oleh Mbak Fitri.
Dalam kebingungan, istriku hanya menangis lalu menghambur kearahku dan bersujud dikakiku sambil berlinang air mata. Segala macam ucapan permintaan maaf keluar dari bibirnya.Dadaku sesak melihat istriku yang telanjang ini telah habis di garap oleh orang lain selain diriku. Namun terbersit ucapan Iwan tempo hari mengenai variasi seks lalu aku mencegah saat Mbak Fitri akan melabrak suaminya. Lalu meng-kode-nya agar dia tenang dan sepertinya dia tahu maksudku. Lalu setelah menutupi tubu bugil Mas Susno dan istriku kami menutup pintu kamar dan menanyai hubungan mereka berdua.
Dari semua pengakuan mereka ternyata hubungan Mas Susno dengan istriku baru berlangsung dua hari yang lalu ketika aku telat pulang kantor. Sementara itu istriku sudah terlanjur minum obat perangsang. Itu menjelaskan mengapa hari-hari sebelumnya dia begitu hangat, ternyata dia meminum obat perangsang dosis tinggi sehingga dia selalu minta jatah berulang kali padaku dan dua hari lalu dia malah tidak minta sama sekali, ternyata dia sudah memperoleh jatahnya dari Mas Susno, suami Mbak Fitri. Bahkan sampai 4 kali dalam dua jam.Aku lalu bertanya apakah mereka menggunakan pelindung waktu itu dan mereka menjawab tidak karena istriku mengatakan dia sudah meminum pil KB sebelum dan sesudah berhubungan intim tersebut. Dia sama sekali tidak sengaja bercinta dengan Mas Susno jika bukan karena pengaruh obat tersebut. Karena waktu itu Mas Susno sedang datang untuk meminjam tang untuk memotong kawat sementara istriku tidak tahu tempat penyimpanannya sehingga mereka berdua dikamar mencarinya. Kala itu istriku hanya mengenakan daster untuk tidur karena memang dia rencananya akan menyambut kepulanganku. Tak disangka yang menuai malah Mas Susno. Sore itupun mereka berdua bercinta habis-habisan.
Dan peristiwa barusan juga karena istriku dan Mas Susno berunding agar hal itu tidak terjadi lagi namun karena rayuan Mas Susno akhirnya istriku takluk juga untuk kedua kalinya. Dan mereka berdua bercinta habis-habisan lagi, hanya saja kali ini sudah ketahuan terlebih dahulu.Dengan berlagak marah aku dan Mbak Fitri menghakimi mereka. Baik istriku maupun Mas Susno sama-sama meminta maaf berulang kali dan tidak ingin bercerai. Bahkan Mas Susno sampai menyembah-nyembah kami berdua agar memaafkannya.Sebuah ide yang sudah lama tertanam diotakku langsung kukeluarkan. “OK kalau begitu. Karena kalian berdua sudah sering bercinta maka sebagai balasannya aku dan Mbak Fitri akan bercinta juga. Bukan cuman itu tapi kami akan berhubungan intim didepan kalian berdua.” Ucapku.
Mas Susno protes namun karena Mbak Fitri kembali menahannya maka dia hanya pasrah. Akhirnya jadi juga aku bercinta dengan Mbak Fitri. Siang itu aku kembali memompa vagina Mbak Fitri kali ini dengan posisi doggy style seperti yang dilakukan istriku dengan Mas Susno. Aku sengaja memeperlihatkan ekspresi wajah Mbak Fitri didepan suaminya yang masih bugil itu (baik Mas Susno maupun Nia tidak diijinkan untuk memakai pakaian mereka kala itu).
Aku tertawa dalam hati melihat penis Mas Susno yang menegang melihat istrinya aku kerjai. Tak puas hanya menggarap Mbak Fitri sekarang aku memanggil Nia agar bergabung. Sekarang Nia, istriku aku minta untuk berbaring terlentang sementara diatasnya aku minta Mbak Fitri dalam posisi merangkak. Sekarang didepanku terpampang dua vagina siap sodok. Di bagian atas Mbak Fitri vaginanya yang sempit dan basah itu sementara itu di bawahnya terdapat bibir vagina Nia istriku yang berbulu agak lebat itu.
“Akkhhh…mas Ridwan…ekkhhh…” desah Mbak Fitri ketika aku menusukkan lagi batang penisku kedalam vaginanya. Lalu setelah beberapa kali pompaan aku lalu mencabutnya dan mengarahkan penisku ke vagina Nia istriku dan melesakkannya kedalam vaginanya.Bergantian istriku dan Mbak Fitri merasakan kenikmatan sodokan penisku. Mungkin karena aku sudah berejakulasi sebelumnya sehingga permainanku kali ini jauh lebih lama. Bergantian kedua perempuan ini mencapai klimaks mereka. Istriku mencapai orgasmenya lebih dulu lalu setelah beberapa detik kemudian segera aku alihkan sodokanku ke vagina Mbak Fitri dan kami berdua mencapai orgasme bersama. Sebagian spermaku menyembur di vagina mbak Fitri lalu dengan cepat kucabut dan kumasukkan kedalam liang kemaluan Nia istriku dan menghabiskan sisa spermaku disana.
Mbak Fitri lalu terkulai lemas di atas tubuh istriku. Aku puny aide tambahan lagi meminta mereka berdua berciuman. Adegan lesbi yang menggairahkan lalu aku minta supaya keduanya kembali melayaniku walaupun kali ini aku tidak sampai orgasme.Aku melihat Mas Susno yang termenung melihat polah istrinya yang disetubuhi orang lain. Aku kemudian menghentikan gerakan sodokanku di vagian Mbak Fitri. “Mas. Kalau mas Susno mau silakan pakai aja Nia untuk sementara ini. Dari pada bengong, aneh juga kalau pas ngentotin cewe ada yang nonton.” Ujarku kepadanya.
Mas Susno bingung tapi setelah itu sebuah senyuman tersungging di bibirnya. Akhirnya kami menutup tragedy itu dengan sebuah swing party antara aku, istriku, Mbak Fitri dan Mas Susno.Sesekali aku melihat Mas Susno yang sedang asik menggarap tubuh molek istriku yang dibaringkan terlentang disamping tubuh Mbak Fitri yang memang sedang kutindih. Kami berdua berlomba mengerjai istri lawan kami masing-masing. Sengaja atau tidak tapi aku melihat istriku mencium mesra mas Susno lalu Mbak Fitri membalasnya dengan menciumku lebih panas lagi.
Seperti lomba saja jadinya, hanya saja lomba kali ini adalah lomba seks. Entah sudah berapa kali sperma tumpah di tubuh istriku atau di tubuh Mbak Fitri. Baik vagina maupun bagian perut mereka berdua sudah diselimuti cairan sperma baik dari milikku maupun Mas Susno. Beberapa kali aku bertukar posisi dengan Mas Susno, dan baik Mbak Fitri maupun Nia sepertinya merasakan kenikmatan tersendiri ketika pergantian penis tersebut.
Percintaan itu kami akhiri dengan pasangan resmi kami masing-masing. Mas Susno menyemprotkan hasil ejakulasinya yang ketiga sore itu di dalam vagina istrinya, Mbak Fitri. Sementara itu aku menumpahkan sisa spermaku yang mulai encer itu kedalam rahim Nia, istriku. Lalu kami berpelukan dengan pasangan masing-masing. Walaupun beberapa kali tangan Mas Susno mencoba bermain-main dengan puting istriku.Entah petualangan kali ini apakah akan berlanjut ke hal yang lebih seru atau tidak karena aku dan Mbak Fitri jelas tidak ingin menyudahi kenikmatan ini.